Makalah Pend. Kewarganegaraan
HAK
DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Nama:
Sukandi
NIM:
I11112044
UNIT
PELAKSAN TEKNIS MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
KATA
PENGANTAR
Penulis panjatkan
Syukur Alhamdulilah ke hadirat Allah SWT. karena berkat Kasih Sayang dan
Cinta-Nyalah , sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan harapan penulis.
Penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyelesaian tulisan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Segala
hal yang dapat memperbaiki penulis makalah ini akan penulis perhatikan demi
peningkatan kualitas makalah, karena tidak ada manusia yang sempurna dan luput
dari kehilafan. Hanya Allah-lah yang memiliki kesempurnaan selebihnya manusia
sebagai makhluk-Nya selalu dalam kealfaan. Hidup adalah perjuangan, dan hidup
di dunia hanyalah sementara, tetapi ilmu Allah laksana lautan tak bertepi,
sedangkan ilmu manusia laksana setetes air air yang menetes di atas lautan
tersebut. Oleh sebab itu, tak pantas manusia menjadi sombong karena diberi
kelebihan oleh Allah SWT tetapi manusia harusnya bersyukur dan semakin merunduk
bila diberi rahmat oleh-Nya. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua. Aamiin.
Makassar, April 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
Halaman
Sampul................................................................................................
i
Kata
Pengantar...................................................................................................
ii
Daftar
Isi............................................................................................................
iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang............................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah.......................................................................................
2
C. Tujuan.
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bangsa dan Negara....................................................................
1
B. Penduduk
dan Warga Negara......................................................................
7
C. Asas
Kewarganegaraan................................................................................
13
D. Problem
status Kewarganegaraan................................................................
16
E. Hak
Warga Negara.......................................................................................
22
F. Kewajiban
Warga Negara............................................................................
26
G. Hak
dan Kewajiban dari Negara/Pemerintah................................................
27
BAB III. KESIMPULAN DAN
SARAN
A. Kesimpulan...............................................................................................
31
B. Saran..........................................................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
31
PENDAHULUAN
Masih ingat Rianti
Cartwright, pemeran sosok Aisyah dalam film Ayat Ayat Cinta? Rianti bukanlah
orang Indonesia, melainkan warga negara Inggris. Namun keberadaan dan aktivitasnya di
Indonesia layaknya
di rumah sendiri, tidak ada yang menggugat. Sangat berbeda dengan Warga Negara
Indonesia yang bekerja di Luar Negeri. Diskriminasi status kewarganegaraan
menjadi masalah yang sangat sensitif. Oleh karena itulah, saat ini pihak
Imigrasi tengah memproses keberadaan Rianti danbeberapa artis lainnya terkait dengan
keberadaannyadiIndonesia dan statuskewarganegaraannya.
Kasus di atas
merupakan satu dari sekian banyak permasalahan kewarganegaraan di Indonesia.
Adanya aturan mengenai Kewarganegaraan diharapkan mampu menyelesaikan
permasalahan dan juga menjadikan Warga Negara Indonesia sebagai aset bangsa,
yang mampu menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju. Mengingat
begitu besarnya jumlah warga negara Indonesia (urutan ke-4 terbesar di dunia).
Tugas membina dan membangun warga negara menjadi warga yang bermoral, intelek
dan profesional bukanlah semata oleh negara, namun juga melibatkan peran warga
negara lainnya, meliputi tokoh masyarakat, adat dan agama, maupun
organisasi-organisasi sosial masyarakat lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bangsa dan Negara
1.
Bangsa
Beberapa
definisi bangsa menurut para ahli:
a)
Ernest Renan (Perancis)
Rakyat adalah sekelompok dari para manusia yang
mempunyai adat istiadat dan kebudayaanyang sama persisi, sedangkan pengertian
bangsa itu sendiri adalah sekelompok manusia yang ada dalam suatu ikatan batin
yang dipersatukan karena memiliki persamaan sejarah dan tujuan atau cita cita
yang sama.
b)
Otto Bauer (Jerman)
Bangsa merupakan sekelompok manusia yang memiliki
karakter dan sifat yang hamper sama karena persamaan nasib dan pengalaman
sejarah dan budayanya yang saling sama dan juga tumbuh berkembang bersama
dengan tumbuh kembangnya bangsa.
c)
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Bangsa menurut hukum adalah rakyat atau orang-orang
yang berada dalam suatu masyarakat hukum yang terorganisir. Kelompok ini
umumnya menempati bagian atau wilayah tertentu, berbicara dalam bahasa sama,
memiliki sejarah, kebiasaan, dan kebudayaan yang sama, serta terorganisir dalam
suatu pemerintahan yang berdaulat.
d)
Ben Anderson
Bangsa merupakan komunitas politik yang dibayangkan
dan dirundingkan dalam wilayah yang sudah jelas batasan wilayahnya.
e)
Ki Bagoes Hadikoesoemo
Lebih menekankan pengertian bangsa pada persatuan
antara orang dan tempat.
f)
Jalobsen dan Libman
Bangsa adalah suatu kesatuan budaya (cultural unity)
dan kesatuan (Politic unity).
g)
Menurut Hans Kohn
Pengertian bangsa adalah buah hasil tenaga hidup
manusia dalam sejarah.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas,
maka kita dapat menyimpulkan bahwa
suatu bangsa adalah suatu kelompok orang yang di persatukan karena dianggap
memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, ideologi,
budaya, dan/atau sejarah, dan dianggap ingin bernegara. Mereka umumnya dianggap
memiliki asal-usul keturunan yang sama.
Dari beberapa pengertian para ahli
dan kesimpulan tersebut, suatu bangsa pada hakikatnya mempunyai unsur-unsur
berikut:
a)
Cita-cita bersama yang mengikat dan
menjadi satu kesatuan.
b)
Perasaan senasib sepenanggungan.
c)
Karakter yang sama
d)
Adat istiadat atau budaya yang sama.
e)
Satu kesatuan wilayah.
f)
Terorganisir dalam satu wilayah
hukum.
2.
Negara
Istilah negara merupakan terjemahan berbagai bahasa didunia, yaitu:
de staat (Belanda), the state (Inggris), L’etat (Perancis), statum (Latin), lo
stato (Italia), dan der staat (Jerman). Dan menurut bahasa sansekerta negara
berarti kota, sedangkan menurut suku-suku yang ada di Indonesia negara adalah
tempat tinggal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia negara adalah
persekutuan bangsa yang hidup dalam satu daerah/wilayah dengan batas-batas
tertentu yang diperintah dan diurus oleh suatu badan pemerintah dengan teratur.
Adapun beberapa definisi negara dari para
ahli diantaranya adalah sebagai berikut:
a)
Prof. Nasroen
Negara adalah sesuatu bentuk dari pergaulan hidup dan
oleh sebab itu harus juga di tinjau secara sosiologis agar dapat dijelaskan dan
dipahami.
b)
Aristoteles
Negara atau disebut juga polis adalah persekutuan dari
keuarga dan desa untuk mencapai kehidupan yang sebaik-baiknya.
c)
Hugo de Groot (Grotius)
Negara merupakan ikatan-ikatan manusia yang insyaf
akan arti dan panggilan hukum kodrat.
d)
Jean bodin
Negara adalah segala persekutuan dari
keluarga-keluarga dengan segala kepentingan yang dipimpin oleh akal dari suatu
kekuasaan yang berdaulat.
e)
Logemann
Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang
bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan masyarakat.
f)
Prof. R. Djokosoetono, S.H.
Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan
manusia-manusia yang berada dibawah pemerintahan yang sama.
Jadi secara garis besar, pengertian
negara dari beberapa definisi para ahli diatas adalah suatu wilayah yang
mempunyai wewenang dan kekuasaan untuk mengatur kelompok-kelompok masyarakat
secara menyeluruh di wilayahnya dan bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi.
Untuk menerapkan aturan negara memerlukan kekuatan untuk memaksa.
Unsur-unsur terbentuknya suatu Negara
Negara sebagai organisasi memiliki
status yang kokoh apabila didukung oleh tiga unsur pokok yang menjadi persyaratan
mutlak berdirinya suatu negara. Apabila salah satu unsur tidak ada, maka negara
menjadi tidak ada. Unsur tersebut disebut unsur konstitutif.
Menurut Oppenheim dan Lauterpacht
unsur pokok tersebut adalah rakyat/masyarakat, wilayah/daerah (meliputi udara,
darat, dan perairan), dan pemerintah yang berdaulat. Selain unsur pokok
tersebut, masih terdapat unsur yang keempat yaitu pengakuan dari negara lain
yang disebut unsur deklaratif, sebagai pelengkap dalam pergaulan internasional.
Hal ini di akui dalam konvensi Montevideo 1933 yang menyatakan bahwa “Negarasebagai
suatu pribadi hukum internasionalseharusnyamemilikikualifikasi-kualifikasipendudukyangmenetap,wilayahtertentu,suatupemerintah,
dan kemampuan untuk berhubungan dengan negara lain.
Unsur deklaratif adalah sifat yang
ditunjukkan oleh adanya tujuan negara, undang-undang dasar, pengakuan dari
negara lain baik secara de facto maupun de jure serta masuknya negara dalam
organisasi dunia seperti PBB.
a)
Rakyat
Rakyat adalah semua orang yang berdiam di dalam suatu
negara atau menjadi penghuni negara. Rakyat suatu negara dikelompokkan menjadi
penduduk dan bukan penduduk serta warga negara dan bukan warga negara.
Perbedaan antara penduduk dan bukan penduduk menimbulkan perbedaan hak dan
kewajiban tertentu. Hanya yang berstatus penduduk yang dapat melakukan
pekerjaan di suatu negara yang ditempatinya.
b)
Wilayah
Pembatasan wilayah suatu negara sangat penting sekali
karena menyangkut pelaksanaan kedaulatan suatu negara dalam suatu bentuk.
Seperti hal-hal berikut:
c)
Pemerintah yang berdaulat
Pemerintah yang berdaulat merupakan syarat berdirinya
suatu negara. Tanpa adanya pemerintah yang berdaulat tidak mungkin ada suatu
negara meskipun unsur yang lainnya ada.
B.
Penduduk
dan Warga Negara
Istilah
warga negara (bahasa Inggris: citizen atau bahasa Perancis: citoyen,
citoyenne) merujuk kepada bahasa Yunani Kuno polites atau Latin civis,
yang didefinisikan sebagai anggota dari polis (kota) Yunani Kuno atau res
publica (perkumpulan orang-orang atau masyarakat) Romawi bagi persekutuan
orang-orang di Mediterania Kuno, yang selanjutnya ditransmisikan kepada
peradaban Eropa danBarat (Pocock,1995:29). Warga negara dapat berarti warga,
anggota dari suatu negara. Ketika mempertanyakan what is a citizen?
Turner (1990) menjelaskan bahwa “a citizen is a member of a group living
undercertain laws” atau anggota dari sekelompok manusia yang hidup atau
tinggal di wilayah hukum negara tertentu. Dikatakan lebih lanjut, bahwa hukum
ini disusun dan diselenggarakan oleh orang-orang yang memerintah, mengatur
kelompok masyarakat tersebut. Mereka yang ikut serta mengatur kelompok
masyarakat bersama-sama dikenal sebagai pemerintah (government). Oleh
karena itu, warga negara disimpulkan sebagai “a member of a group living
under the rule of agovernment”.
Dalam Webster’s Encyclopedic
Unabridged Dictionary of the English Language (1989:270),
konsep warga negara dapat dipahami sebagai “…as anative or naturalized
member of a state or nation who owes allegiance to its government and is
entitled to its protection”, atau anggota asli atau hasilnaturalisasi dari
negara atau bangsa yang memiliki kesetiaan terhadappemerintahan dan berhak atas
perlindungan pemerintahan, sedangkan citizenship as the “state of being
vested with the rights, privileges, and duties of a citizen”,atau
kewarganegaraan adalah status pribadi yangdimiliki secara tetap dengan
hak,perlakuan khusus, dan tugas-tugas sebagai warga negara (Banks, 2004:24).
Pengertian di atas menunjukkan bahwa
kewarganegaraan adalah “posisiatau status sebagai warga negara” (the
position or status of being a citizen)(Simpson & Weiner, 1989:250) yang
di dalamnya melekat seperangkat hak,kewajiban, dan identitas yang menghubungkan
warga negara dengan Negarabangsa(the set of rights, duties, and identities
linking citizens to the nation-state). (warga negara sebagai “…is
a member of a political community, which is defined by a set of rights and
obligations atauanggota suatu masyarakat politis (political community),
yang digambarkan olehseperangkat hak dan kewajiban. Sedangkan kewarganegaraan
menurut Heywood(1994:155) “… therefore represents a relationship between the
individual and the state, in which the two are bound together by reciprocal
rights and obligations”atau kewarganegaraan itu menghadirkan suatu hubungan
antara individu dannegara, dimana keduanya terikat bersama-sama oleh hak dan
kewajiban secaratimbal balik. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Kymlicka
(2003:147) yangmengemukakan bahwa “the term „citizenship‟ typically refers to
membership in a political community, and hence designates a relationship
between the individual and the state” artinya bahwa kewarganegaraan merujuk
kepada anggota darikomunitas politik, dan karenanya menandakan hubungan antara
individu dannegara.Selanjutnya, Heywood (1994:156) mengemukakan
bahwakewarganegaraan merupakan status hukum dan identitas (a legal status
and an identity), karenanya terkandung dalam pengertian itu dua dimensi,
objektif dansubjektif. Secara objektif, kewarganegaraan terkait dengan hak-hak
dankewajiban-kewajiban yang diberikan negara secara spesifik (specific
rights and obligations which a state invests in its members) dan dimensi
subjektif berkaitandengan kesetiaan rasa memiliki (a sense of loyalty and
belonging) terhadap
negara.Cogan
(1998:13) memberikan atribut pokok kewarganegaraan denganterlebih dahulu
membedakan konsep warga negara (citizen) dengan kewarganegaraan (citizenship).
Konsep “a citizen” diartikan sebagai “aconstituent member of society”
atau anggota resmi suatu masyarakat. Sementara itu “citizenship”
diartikan sebagai “a set of characteristics of being a citizen”, atau
seperangkat karakteristik sebagai seorang warga negara. Secara konseptual, citizenship
memiliki lima atribut pokok, yakni:”…asense of identity; the enjoyment
of certains rights; the fulfilment of correspondingobligations; a degree of
interest and involvement in public affairs; and anacceptance of basic societal
values” (Cogan,1998:2-3). Dengan kata lain seorang warga negara seyogyanya
memiliki jati diri; kebebasan untuk menikmati hak tertentu; pemenuhan
kewajiban-kewajiban terkait; tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan
publik; dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Dalam perkembangan
negara modern, konsep kewarganegaraan lazimnya didefinisikan sebagai sebuah
hubungan antara individu dan masyarakat politik yang dikenal sebagai negara,
yang alami. Individu memberikan loyalitas kepada negara guna mendapatkan
proteksi darinya (Kalidjernih, 2007:51). Dengan demikian, warga negara adalah
rakyat yang menetap di suatu wilayah tertentu dalam hubungannya dengan negara.
Warga negara secara sendiri-sendiri merupakan subjek-subjek hukum yang
menyandang hak-hak sekaligus kewajibankewajiban dari dan terhadap negara.
Setiap warga negara mempunyai hak-hak yang wajib diakui (recognized)
oleh negara dan wajib dihormati (respected), dilindungi (protected),
dan difasilitasi (facilitated), serta dipenuhi (fulfilled) oleh
negara. Sebaliknya, setia warga negara juga mempunyai hak-hak negara yang wajib
diakui (recognized), dihormati (respected), dan ditaati atau
ditunaikan (complied) oleh setiap warga negara.
Dalam konteks Indonesia, pasal 26 ayat
(1) UUD 1945 menetapkan bahwa yang dimaksud warga negara Indonesia adalah
adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Beberapa ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur perihal kewarganegaraan Indonesia
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Undang-undang
No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.
2. Undang-undang
No. 6 Tahun 1947 tentang Perubahan atas Undangundang No. 3 Tahun 1946 tentang
Warga Negara dan Penduduk Negara.
3. Undang-undang
No. 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu untuk Mengajukan Pernyataan
Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.
4. Undang-undang
No. 11 Tahun 1948 tentang Memperpanjang Waktu Lagi untuk Mengajukann Pernyataan
Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.
5. Undang-undang
No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
6. Undang-undang
No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan atas pasal 18 Undang-undang No. 62 Tahun
1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
7. Undang-undang
No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Menurut UU No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Indonesia, yang dimaksud warga negara Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. setiap
orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan
perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum
Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
2. anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia;
3. anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia
dan ibu warga negara asing; ketentuan ini berakibat anak berkewarganegaraan
ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut
harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
4. anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga Negara asing dan
ibu Warga Negara Indonesia; ketentuan ini berakibat anak berkewarganegaraan
ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut
harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
5. anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia,
tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
6. anak
yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
7. anak
yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
8. anak
yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga Negara asing yang
diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan
itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum
kawin;
9. anak
yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak
jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
10. anak
yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah
dan ibunya tidak diketahui;
11. anak
yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
12. anak
yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan
ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak
tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas)
tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu
kewarganegaraannya.
13. anak
dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya,
kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia.
Disamping itu, ditentukan pula bahwa
yang menjadi warga Negara Indonesia adalah:
1) Anak
Warga Negara Indonesia yang lahir di Iuar perkawinan yang sah, belum berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia;
2) anak
warga negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah
sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap
diakui sebagai Warga Negara Indonesia. (Pasal 5 ayat 1 dan 2 UU No. 12 Tahun
2006). Karena dua ketentuan di atas, maka akan berakibat anak
berkewarganegaraan ganda, karena itu, maka setelah berusia 18 tahun atau sudah
kawin, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
C.
Asas
Kewarganegaraan
Dalam berbagai literatur hukum dan dalam
praktik, dikenal adanya tiga asas kewarganegaraan, masing-masing adalah ius
soli, ius sanguinis, dan asas campuran. Dari ketiga asas itu, yang dianggap
sebagai asas yang utama ialah asasius soli dan ius sanguinisAsas ius
soli (asas kedaerahan) ialah bahwa kewarganegaraan seseorangditentukkan
menurut tempat kelahirannya. Seseorang dianggap berstatus warga negara dari
Negara A, karena ia dilahirkan di Negara A tersebut. Sedangkan asas ius
sanguinis dapat disebut sebagai asas keturunan atau asas darah. Menurut
prinsip yang terkandung dalam asas kedua ini, kewarganegaraan ditentukkan dari
garis keturunan orang yang bersangkutan. Seseorang adalah warga negara A,
karena orang tuanya adalah warga negara A. Pada saat sekarang, dimana hubungan
antarnegara berkembang semakin mudah dan terbuka, dengan sarana transportasi,
perhubungan, dan komunikasi yang sudah sedemikian majunya, tidak sulit bagi
setiap orang untuk bepergian ke mana saja. Oleh karena itu, banyak terjadi bahwa
seseorang warga negara dari Negara A berdomisili di negara B. Kadang-kadang
orang tersebut melahirkan anak di negara tempat dia berdomisili. Dalam kasus
demikian, jika yang diterapkan adalah asas ius soli, maka akibatnya anak
tersebut menjadi warga negara dari negara tempat domisilinya itu, dan dengan
demikian putuslah hubungannya dengan negara asal orang tuanya. Karena
alasan-alasan itulah maka dewasa ini banyak negara yang telah meninggalkan
penerapan asas ius soli, dan berubah menganut asas ius sanguinis.
Dianutnya asas ius sanguinis ini
besar manfaatnya bagi negara-negara yang berdampingan dengan negara lain (neighboring
countries) yang dibatasi oleh laut seperti negara-negara Eropa Kontinental.
Di negara-negara demikaian ini, setiap orang dapat dengan mudah
berpindah-pindah tempat tinggal kapan saja menurut kebutuhan. Dengan asas ius
sanguinis, anak-anak yang dilahirkan di negara lain akan tetap menjadi warga
negara dari negara asal orang tuanya. Hubungan antara negara dan warga
negaranya yang baru lahir tidak terputus selama orang tuanya masih tetap
menganut kewarganegaraan dari negara asalnya.
Sebaliknya, bagi negara-negara yang sebagian
terbesar penduduknya berasal dari kaum imigran, seperti Amerika Serikat,
Australia, dan Kanada, untuk tahap pertama tentu akan terasa lebih
menguntungkan apabila menganut apabila menganut asas ius soli ini, bukan asas
ius sangunis. Dengan lahirnya anak-anak dari para imigran di negara-negara
tersebut akan menjadi putuslah hubungannya dengan negara asal orang tuanya.
Oleh karena itu, Amerika Serikat menganut asas ius soli ini, sehingga banyak
mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Amerika Serikat, apabila melahirkan
anak, maka anaknya otomatis mendapatkan status sebagai warga negara Amerika
Serikat.
Sehubungan dengan kedua asas tersebut, setiap negara
bebas memilih asas mana yang hendak dipakai dalam rangka kebijakan
kewarganegaraan untuk menentukan siapa saja yang diterima sebagai warga negara
dan siapa yang bukan warga negara, Setiap negara mempunyai kepentingan
sendiri-sendiri berdasarkan latar belakang sejarah yang tersendiri pula,
sehingga tidak semua Negara menganggap bahwa asas yang satu lebih baik daripada
asas yang lain. Dapat saja terjadi, di suatu negara, yang dinilai lebih
menguntungkan adalah asas ius soli, tetapi di negara yang lain justru asas ius
sanguinis yang dianggap lebih menguntungkan. Bahkan dalam perkembangan di
kemudian hari, timbul pula kebutuhan baru berdasarkan pengalaman di berbagai
negara bahwa kedua asas tersebut harus diubah dengan asas yang lain atau harus
diterapkan secara bersamaan untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan double-citizenship
atau dwi-kewarganegaraan (bipatride).
Namun demikian, dalam praktik, ada pula
negara yang justru menganut kedua-duanya, karena pertimbangan lebih
menguntungkan bagi kepentingan negara yang bersangkutan. Misalnya, India dan
Pakistan temasuk negara yang sangat menikmati kebijakan yang mereka terapkan
dengan sistem dwikewarganegaraan.
Sistem yang terakhir inilah yang biasa
dinamakan sebagai asas campuran. Asas yang bersifat campuran, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya apatride atau bripatride. Dalam hal
demikian, yang ditoleransi biasanya adalah keadaan bipatride, yaitu
keadaan dwi kewarganegaraan.
Bagaimana dengan Indonesia? Dalam
Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
asas-asas yang dipakai dalam kewarganegaraan Indonesia meliputi:
1. Asas
ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang
berdasarkan keturunan bukan negara tempat kelahiran;
2. Asas
ius soli secara terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan
berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diperuntukkan terbatas bagi anak-anak
sesuai dengana ketentuan yang diatur dalam undang-undang;
3. Asas
kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi
setiap orang;
4.
Asas kewarganegaraan
ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
D.
Problem
Status Kewarganegaraan
Setiap negara berhak menentukan asas
yang mana yang hendak dipakai untuk menentukkan siapa yang termasuk warga
negara dan siapa yang bukan. Oleh karena itu, di berbagai negara, dapat timbul
berbagai pola pengaturan yang tidak sama di bidang kewarganegaraan. Bahkan,
antara satu negara dengan negara lain dapat timbul pertentangan atau conflict
of law atau pertentangan hukum.
Sanguinis,
atau sebaliknya. Hal itu tentu akan menimbulkan persoalan bipatride atau
dwi-kewarganegaraan, atau sebaliknya menyebabkan apatride, yaitu keadaan
tanpa kewarganegaraan sama sekali. Bipatride timbul manakala menurut
peraturan-peraturan tentang kewarganegaraan dari berbagai negara, seseorang
sama-sama dianggap warga negara oleh negara-negara yang bersangkutan. Pada
umumnya, baik bipatride maupun apatride adalah keadaan yang tidak
disukai baik oleh negara di mana orang tersebut berdomisili ataupun bahkan oleh
yang bersangkutan sendiri, keadaan bipatride membawa ketidakpastian
dalam status seseorang, sehingga dapat saja merugikan negara tertentu atau pun
bagi yang bersangkutan itu sendiri. Misalnya, yang bersangkutan sama-sama
dibebani kewajiban untuk membayar pajak kepada kedua-dua negara yang menganggap
sebagai warga negara itu. Ada juga negara yang tidak menganggap hal ini sebagai
persoalan, sehingga menyerahkan saja kebutuhan untuk memilih kewarganegaraan
kepada orang yang bersangkutan. Di kalangan negara-negara yang sudah makmur,
dan rakyatnya yang sudah rata-rata berpenghasilan tinggi, maka tidak dirasakan
adanya kerugian apapun bagi negara untuk mengakui status dwi-kewarganegaraan
itu. Akan tetapi, di negara-negara yang sedang berkembang, yang penduduknya
masih terbelakang, keadaan bipatride itu sering dianggap lebih banyak
merugikan.
Sebaliknya, keadaan apatride juga
membawa akibat bahwa orang tersebut tidak akan mendapat perlindungan dari negara
manapun juga. Kedua keadaan itu, yaitu apatride dan bipatride sama-sama
pernah dialami oleh Indonesia. Sebelum ditandatanganinya perjanjian antara
Indonesia dan Republik Rakyat Cina (RRC), sebagian orang-orang Cina yang
berdomisili di Indonesia menurut peraturan kewarganegaraan dari Republik Rakyat
Cina yang berasas ius sanguinis, tetap dianggap sebagai warga negara
RRC. Sebaliknya, menurut Undang-undang tentang Kewarganegaraan Indonesia pada
waktu itu, orang Cina tersebut sudah dianggap menjadi warga negara Indonesia.
Dengan demikian terjadilah keadaan bipatride bagi orang Tionghoa yang
bersangkutan. Di lain hal, ada pula sebagian orang-orang Tionghoa yang oleh
pemerintah RRC dianggap pro kaum nasionalis Kuomintang tidak diakui sebagai
warga negaranya. Sedangkan, Taiwan yang dianggap sebagai negara kaum nasionalis
itu tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia. Oleh sebab itu,
mereka juga diakui oleh Taiwan sebagai warga negaranya, sehingga mereka tidak
mempunyai status sama sebagai warga negara mana pun juga, dan dapat disebut defacto
apatride. Keadaan semacam ini tentu harus diatasi, apalagi, dalam pasal 28D
ayat (4) UUD 1945 dengan tegas dinyatakan, “Setiap orang berhak atas status
kewargangeraan”.
Baik bipatride maupun apatride tersebut
tentu harus dihindarkan dengan cara menutup kemungkinan terjadinya kedua
keadaan itu dengan undang-undang tentang kewarganegaraan. Umpamanya untuk
mencegah bipatride, pasal 7 Undang-undang Nomor 62 tahun 1958
menentukkan bahwa seseorang perempuan asing yang kawin dengan laki-laki warga
negara Indonesia dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan pernyataan
dan dengan syarat harus meninggalkan kewarganegaraan asalnya. Demikian pula,
untuk mencegah kemungkinan apatride. Undang-undang termasuk dalam Pasal 1 huruf
f menentukan, bahwa anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia selama kedua
orang tuanya tidak diketahui, adalah warga negara Indonesia. Seandainya
ketentuan ini tidak ada, maka niscaya kelak anak itu akan menjadi apatride
karena tidak diketahui siapa orang tuanya, sehingga sulit untuk menentukan
status kewarganegaraannya. Dengan dua contoh ini jelaslah bahwa
setiap
undang-undang tentang kewarganegaraan dapat mencegah timbulnya keadaan
bipatride dan apatride. Persoalannya sekarang bagaimana kalau bipatride telah
terjadi di Republik Indonesia sebelum tahun 1955, di mana pada waktu itu
orang-orang Cina karena peraturan perundangan yang berlaku pada saat itu dapat
dianggap sebagai warga negara republik Indonesia, sedangkan dalam keadaan yang
bersamaan Republik Rakyat Cina tetap pula beranggapan bahwa orangorang Cina
tersebut adalah warga negaranya.
Pemecahan atas permasalahan ini adalah
tidak mungkin lain dari pada membuka kemungkinan perundingan langsung di antara
negara-negara yangbersangkutan.Oleh karena itulah pada tanggal 22 April 1955
telah ditandatangani masing-masing oleh Menteri luar Negeri Republik Indonesia
dan Republik Rakyat Cina yang dikenal sebagai Perjanjian Soenario-Chou.
Pejanjian inilah yang kemudian dituangkan menjadi Undang-undang Nomor 2 tahun
1958 tentang Persetujuan Perjanjian Antara Republik Indonesia dengan RRC mengenai Soal
Dwikewarganegaraan. Dalam perjanjian itu ditentukkan bahwa kepada semuaorang
Cina yang ada di Indonesia harus mengadakan pilihan tegas dan tertulis, apakah
akan menjadi warga negara Republik Indonesia atau tetap berkewarganegaraan
Republik Rakyat Cina. Dengan demikian, terpecahkanlah masalah
dwi-kewarganegaraan yang pernah timbul antar RRC dan RI di masa lalu.Dalam
konteks UU No. 12. Tahun 2006 pada dasarnya tidak mengenal adanya
kewarganegaraan bipatride ataupun apatride. Kewarganegaraan ganda merupakan
pengecualian.
Perolehan Dan Kehilangan
Kewarganegaraan
Dalam berbagai literatur hukum di
Indonesia, biasanya cara memperoleh status kewarganegaraan hanya digambarkan
terdiri atas dua acara, yaitu status kewarganegaraan dengan kelahiran di
wilayah hukum Indonesia, atau dengan cara pewarganegaraan atau naturalisasi (naturlalization).
Akan tetapi, disamping itu, ada tiga cara perolehan kewarganegaraan, yaitu citizenship
by birth, ctizenship bynaturalization, dan citizenship by
registration. Namun demikian, jika dirinci lebih lanjut, sebenarnya cara
untuk memperoleh status kewarganegaraan yang dipraktikan di berbagai negara
lebih banyak lagi. Oleh karena itu, dapat dirumuskan bahwa dalam praktik,
memang dapat dirumuskan adanya 5 (lima) prosedur atau metode perolehan status
kewarganegaraan, yaitu: Citizenship bybirth; Citizenship by
descent;Citizenship by naturalisation; Citizenship byregistration; Citizenship
by incoporation of territory (Asshiddiqie, 2006).
Pertama, citizenship by birth adalah
pewarganegaraan berdasarkan kelahiran di mana setiap orang yang lahir di
wilayah suatu negara, dianggap sah sebagai warga negara yang bersangkutan. Asas
yang dianut di sini adalah asas ius soli, yaitu tempat kelahiranlah yang
menentukan kewarganegaraan seseorang. Namun, dalam praktik, hal ini juga tidak
bersifat mutlak. Misalnya, di Inggris, sebelumnya berlaku prinsip bahwa “subject
to minor exceptions, birth in theUnited Kingdom confered British
natioanlly”. Sekarang ketentuan ini diperketat dengan ketentuan bahwa “Birth
in the United Kingdom provided that one parentat the time of birth a british
citizen or was settled in the United Kingdom”. Meskipun demikian, seseorang
yang lahir di Inggris, masih dapat memperoleh kesempatan menjadi warga negara
Inggris, apabila kelak salah satu orang tuanya di kemudian hari mendapatkan
kewarganegaraan Inggris atau apabila yang bersangkutan telah hidup menetapkan
di Inggris selama lebih dari sepuluh tahun. Kedua, citizen by descent adalah
kewarganegaraan berdasarkan keturunan dimana seseorang yang lahir diluar
wilayah suatu negara dianggap sebagai warga negara karena keturunan, apabila
pada waktu yang bersangkutan dilahirkan, kedua orang tuanya adalah warga negara
dari negara tersebut. Asas yang dipakai di sini adalah ius sanguinis, dan hukum
kewarganegaraan Indonesia pada pokoknya menganut asas ini, yaitu melalui garis
ayah. Ketentuan serupa ini juga dianut di Inggris berdasarkan citizenship act
of 1948 yang mengizinkan “the acqusition ofcitizenship by descent only
through the father”. Sekarang ketentuan ini lebih diperketat yaitu dengan
membatasinya hanya untuk garis keturunan satu generasi saja. Dengan perkataan
lain, dapat dikatakan bahwa hukum kewarganegaraan Inggris sesudah berlakunya citizenship
act of 1981 menganut system kewarganegaraan melalui kelahiran (by birth)
dan juga melalui garis keturanan (by descent).
Ketiga, citizenship by naturalization
merupakan pewarganegaraan orang asing yang atas kehendak sadarnya sendiri
mengajukan permohonan untuk menjadi warga negara dengan memenuhi segala
persyaratan yang ditentukan untuk itu. Keempat, citizenship by regristration
merupakan pewarganegaraan bagi mereka yang telah memenuhi syarat-syarat
tertentu dianggap cukup dilakukan melalui prosedur administrasi pendaftaran
yang lebih sederhana dibandingkan dengan metode naturalisasi yang lebih rumit.
Misalnya, seorang wanita asing yang menikah dengan pria berkewarganegaraan
Indonesia, haruslah dipandang mempunyai kasus yang berbeda dari seseorang yang
secara sadar dan atas kehendaknya sendiri ingin menjadi warga negara Indonesia
dengan naturalisasi. Untuk kasus seperti ini dapat saja ditentukan dengan
undang-undang bahwa proses pewarganegaraan tidak harus melalui prosedur
naturalisasi, melainkan cukup melalui proses registrasi. Dapat pula terjadi,
seorang anak dari ayah asing dan ibu berkewarganegaraan Indonesia, setelah
dewasa memilih kewarganegaraan Indonesia, maka proses pewarganegaraannya cukup
dilakukan melalui prosedur administrasi pendaftaran disertai surat pernyataan
kewarganegaraan.
Di Inggris, misalnya, menteri dalam
negeri (home secretary) diberi kewenangan “to registrer minors as
british citizens by section 3 which spells outparticular requrements to be
satisfied in spesific types of application”. Seorang yang dianggap
mempunyai hak untuk mendapatkan kewarganegaraan melalui pendaftaran adalah: British
Dependent Territories; Britisht Overseas Citizens;Britisht Subjects; dan British
Protected Persons yang memenuhi persyaratan tinggal (residence
requirements) menurut ketentuan Section 4 Act of 1981.
Pendaftaran juga dimungkinkan bagi
mereka yang terkait dengan ketentuan peralihan UU Tahun 1981 (Act of 1981) yang
sejak dulunya seharusnya sudah terdaftar sebagai warga negara Inggris, yaitu: by
virtue of residence (section 7); dalam hal wanita yang kawin dengan warga
negara Inggris (section 8); dan dengan pendaftaran di konsulat Inggris di luar
negeri (section 9). Kelima, citizenship
by incoporporation of territory yaitu proses pewarganegaraan karena
terjadinya perluasan wilayah negara. Misalnya, ketika Timor Timur menjadi
wilayah negara Republik Indonesia, maka proses pewarganegaraan warga Timor
Timur itu dilakukan melalui prosedur yang khusus ini. Sebenarnya, secara
teknis, metode terakhir ini dapat juga disebut sebagai variasi metode pewarganegaraan
bedasarkan pendaftaran atau citizenship byregistration seperti yang
telah diuraikan di atas.
Bagaimana seseorang dapat kehilangan
kewarganegaraannya? Pasal 23 UU No. 12 Tahun 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan bahwa warga Negara Indonesia
kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
1. memperoleh
kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
2. tidak
menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
3. dinyatakan
hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang
bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat
tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik
Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
4. masuk
dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
5. secara
sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu
di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan hanya dapat
dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
6. secara
sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau
bagian dari negara asing tersebut;
7. tidak
diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan
untuk suatu negara asing;
8. mempunyai
paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat
diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain
atas namanya; atau
9. bertempat
tinggal di Iuar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun
terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan
sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara
Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima)
tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap
menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan
Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang
bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
E.
Hak
Warga Negara
Hak warga negara adalah sesuatu yang
dapat dimiliki oleh warga negara dari negaranya. Hak warga negara dapat juga
disebut sebagai hak konstitusional warga negara (citizen‟s constitutional
right), yaitu hak warga negara yang secara konstitusional diatur dalam
konstitusi atau perundang-undangan.Dalam ketentuan UUD 1945 dirumuskan hak-hak
yang dimiliki warga negara Indonesia sebagaimana uraian berikut:
1. Hak
memperoleh kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan: “Segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” (Pasal
27 ayat 1).
2. Hak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak: “Tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (Pasal 27 ayat 2).
3. Hak
dalam pembelaan negara: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara”. (Pasal 27 ayat 3).
4. Hak
berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran: “Kemerdekaan berserikatdan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang” (Pasal 28).
5. Hak
kemerdekaan memeluk agama: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal
29 ayat 1), dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu” (Pasal 29 ayat 2).
6. Hak
mendapatkan pendidikan“Setiap Warga negara berhak mendapat pendidikan” (Pasal
31 ayat 1).
7. Hak
untuk mendapatkan Kesejahteraan sosial: Pasal 33 UUD 1945 ayat (1), (2), (3),
(4), dan (5):
1) Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2) Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
3) Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4) Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, effisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
8. Hak
mendapatkan jaminan keadilan sosial: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara oleh negara” (Pasal 34 ayat 1).
F.
Kewajiban
Warga Negara
Kewajiban warga
negara adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh warga negara. Kewajiban warga
negara ini juga ditetapkan oleh konstitusi atau perundangundangan. ketentuan
UUD 1945 juga mengatur tentang kewajiban warga negara Indonesia sebagai
berikut:
1.
Wajib menaati hukum dan
pemerintahan: “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya” (Pasal 27 ayat 1)
2.
Wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara: “Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara” (Pasal 27 ayat 3).
3.
Wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara: “Tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara” (Pasal 30 ayat
1)
4.
Wajib mengikuti
pendidikan dasar: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya” (Pasal 31 ayat 2).
5.
Wajib menghormati hak asasi
manusia orang lain ”Setiap orang wajib
menghormati hak asai manusia orang lain” (. Pasal 28J ayat 1).
6.
Wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis” (Pasal 28J ayat 2).
G.
Hak dan Kewajiban
dari Negara/Pemerintah
Sebagaimana seorang
warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban, maka negara pun mempunyai hak
dan kewajiban atas warga negaranya. Hak dan kewajiban negara terhadap warga
negara pada dasarnya merupakan hak warga negara terhadap negara. Hak negara atau pemerintah meliputi:
1.
Menciptakan
peraturan dan undang-undang yang dapat mewujudkan ketertiban dan keamanan bagi
keseluruhan rakyat;
2.
Melakukan
monopoli terhadap sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak;
3.
Memaksa
setiap warga negara untuk taat pada hukum yang berlaku.
Kewajiban negara atau
pemerintah sebagaimana yang tersebut dalam tujuan negara dalam pembukaan UUD
1945 dan kewajiban negara menurut undang-undang serta UUD meliputi:
1.
Melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2.
Memajukan
kesejahteraan umum;
3.
Mencerdaskan
kehidupan bangsa;
4.
Ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial;
5.
Menjaminkemerdekaan
tiap-tiap penduduk memeluk agama dan kepercayaannya;
6.
Membiayai
pendidikan, khususnya pendidikan dasar;
7.
Mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional;
8.
Memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran belanja negara dan
belanja daerah;
9.
Memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia;
10.
Memajukan
kebudayaan manusia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dengan memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya;
11.
Menghormati
dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan kebudayaan nasional;
12.
Menguasai
cabang-cabang produksi terpenting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak;
13.
Menguasai
bumi, air, dan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat;
14.
Memelihara
fakir miskin dan anak-anak terlantar;
15.
Mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan;
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
yang dapat ditarik kesimpulan dari materi ini adalah:
1.
Pengertian
warga negara adalah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan
sebagainya yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari
negara itu.
2.
Sebelum
negara menentukan siapa saja yang menjadi warga negaranya, terlebih dahulu
negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meningggalkannya serta berhak
kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945.
3.
Sistem
kewarganegaraan merupakan ketentuan/pedoman yang digunakan dalam menentukan
kewarganegaraan seseorang.
4.
Penentuan
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran seseorang dikenal dengan dua asas
kewarganegaraan yaitu ius soli dan ius sanguinis.
5.
Selain
hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang
juga dapat dilihat dari sistem perkawinan.
6.
Walaupun
tidak dapat memenuhi status kewarganegaraan melalui sistem kelahiran maupun
perkawinan, seseorang masih dapat mendapatkan status kewarganegaraan melalui
proses pewarganegaraan atau naturalisasi.
7.
Hak-hak
dan kewajiban warga negara tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD
1945.
8.
Sebagaimana
seorang warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban, maka negara pun
mempunyai hak dan kewajiban atas warga negaranya.
B.
Saran
Jika
dalam penulisan makalah ini terdapat kekuarangn dan kesalahan, kami mohon maaf.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar kami
dapat membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2012. Hak dan
Kewajiban Warga Negara Indonesia. http://nurulhaj19.wordpress.com/hak-dan-kewajiban-warga-negara-indonesia/. Diakses pada hari selasa, 16 April 2013.
Arif,
Dikdik Baehaqi. 2012. Diktat Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan Cicic Education. Yogyakarta: Universitas Ahmad
Dahlan.
Candra, Fitri. 2011. Hak dan
Kewajiban Warga Negara Republik Indonesia. http://fhy13candra.blogspot.com/2011/04/hak-dan-kewajiban-warga-negara-republik.html. Diakses pada hari
Selasa, 16 April 2013.
Listyarti,
Retno. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Esis.
Saepuddin.
2010. Pengertian Bangsa dan Negara.
http://saepudinonline.wordpress.com/2010/07/02/pengertian-bangsa-dan-negara/. Diakses pada hari Senin, 22 April 2013.
Tim
Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. 2013.PendidikanKewarganegaraan.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Ulfah, siti. 2013. Makalah Persamaan Kedudukan Warga
Negara (Hak Dan Kewajiban Wni).http://ulfahpaul.wordpress.com/2013/01/16/makalah-persamaan-kedudukan-warga-negara-hak-dan-kewajiban-wni/. Diakses pada hari
Kamis, 18 April 2013.
Yulio, Yandi. 2009. Menghargai
Persamaan Kedudukan Warga Negara. http://yandiyulio.wordpress.com/2009/03/24/menghargai-persamaan-kedudukan-warga-negara/ diakses pada hari Selasa, 16 April 2013.
Zhainal. 2013. Pengertian bangsa dan Negara serta Hak dan Kewajiban warga Negara. http://zhainal99.blogspot.com/2013/04/pengertian-bangsa-dan-negara-serta-hak.html. Diakse pada hari Kamis, 18 April 2013.
Komentar