Langsung ke konten utama

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

Makalah Pend. Kewarganegaraan
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA















Nama: Sukandi
NIM: I11112044


UNIT PELAKSAN TEKNIS MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012



KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan Syukur Alhamdulilah ke hadirat Allah SWT. karena berkat Kasih Sayang dan Cinta-Nyalah , sehingga penulis dapat menyelesaikan  makalah ini sesuai dengan harapan penulis.
Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian tulisan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Segala hal yang dapat memperbaiki penulis makalah ini akan penulis perhatikan demi peningkatan kualitas makalah, karena tidak ada manusia yang sempurna dan luput dari kehilafan. Hanya Allah-lah yang memiliki kesempurnaan selebihnya manusia sebagai makhluk-Nya selalu dalam kealfaan. Hidup adalah perjuangan, dan hidup di dunia hanyalah sementara, tetapi ilmu Allah laksana lautan tak bertepi, sedangkan ilmu manusia laksana setetes air air yang menetes di atas lautan tersebut. Oleh sebab itu, tak pantas manusia menjadi sombong karena diberi kelebihan oleh Allah SWT tetapi manusia harusnya bersyukur dan semakin merunduk bila diberi rahmat oleh-Nya. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Aamiin.


                                                                        Makassar,   April 2013
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampul................................................................................................ i
Kata Pengantar................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah....................................................................................... 2
C.     Tujuan.
BAB II.  PEMBAHASAN
A.    Pengertian Bangsa dan Negara.................................................................... 1
B.     Penduduk dan Warga Negara...................................................................... 7
C.     Asas Kewarganegaraan................................................................................ 13
D.    Problem status Kewarganegaraan................................................................ 16
E.     Hak Warga Negara....................................................................................... 22
F.      Kewajiban Warga Negara............................................................................ 26
G.    Hak dan Kewajiban dari Negara/Pemerintah................................................ 27
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan............................................................................................... 31
B.     Saran.......................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 31


BAB I
PENDAHULUAN

Masih ingat Rianti Cartwright, pemeran sosok Aisyah dalam film Ayat Ayat Cinta? Rianti bukanlah orang Indonesia, melainkan warga negara Inggris.  Namun keberadaan dan aktivitasnya di Indonesia layaknya di rumah sendiri, tidak ada yang menggugat. Sangat berbeda dengan Warga Negara Indonesia yang bekerja di Luar Negeri. Diskriminasi status kewarganegaraan menjadi masalah yang sangat sensitif. Oleh karena itulah, saat ini pihak Imigrasi tengah memproses keberadaan Rianti danbeberapa artis lainnya terkait dengan keberadaannyadiIndonesia dan statuskewarganegaraannya.
Kasus di atas merupakan satu dari sekian banyak permasalahan kewarganegaraan di Indonesia. Adanya aturan mengenai Kewarganegaraan diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan dan juga menjadikan Warga Negara Indonesia sebagai aset bangsa, yang mampu menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju. Mengingat begitu besarnya jumlah warga negara Indonesia (urutan ke-4 terbesar di dunia). Tugas membina dan membangun warga negara menjadi warga yang bermoral, intelek dan profesional bukanlah semata oleh negara, namun juga melibatkan peran warga negara lainnya, meliputi tokoh masyarakat, adat dan agama, maupun organisasi-organisasi sosial masyarakat lainnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bangsa dan Negara
1.      Bangsa
Beberapa definisi bangsa menurut para ahli:
a)      Ernest Renan (Perancis)
Rakyat adalah sekelompok dari para manusia yang mempunyai adat istiadat dan kebudayaanyang sama persisi, sedangkan pengertian bangsa itu sendiri adalah sekelompok manusia yang ada dalam suatu ikatan batin yang dipersatukan karena memiliki persamaan sejarah dan tujuan atau cita cita yang sama.
b)      Otto Bauer (Jerman)
Bangsa merupakan sekelompok manusia yang memiliki karakter dan sifat yang hamper sama karena persamaan nasib dan pengalaman sejarah dan budayanya  yang saling sama dan juga tumbuh berkembang bersama dengan tumbuh kembangnya bangsa.
c)       Kamus Besar Bahasa Indonesia
Bangsa menurut hukum adalah rakyat atau orang-orang yang berada dalam suatu masyarakat hukum yang terorganisir. Kelompok ini umumnya menempati bagian atau wilayah tertentu, berbicara dalam bahasa sama, memiliki sejarah, kebiasaan, dan kebudayaan yang sama, serta terorganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat.

d)     Ben Anderson
Bangsa merupakan komunitas politik yang dibayangkan dan dirundingkan dalam wilayah yang sudah jelas batasan wilayahnya.
e)      Ki Bagoes Hadikoesoemo
Lebih menekankan pengertian bangsa pada persatuan antara orang dan tempat.
f)       Jalobsen dan Libman
Bangsa adalah suatu kesatuan budaya (cultural unity) dan kesatuan (Politic unity).
g)      Menurut Hans Kohn
Pengertian bangsa adalah buah hasil tenaga hidup manusia dalam sejarah.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa suatu bangsa adalah suatu kelompok orang yang di persatukan karena dianggap memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, ideologi, budaya, dan/atau sejarah, dan dianggap ingin bernegara. Mereka umumnya dianggap memiliki asal-usul keturunan yang sama.
Dari beberapa pengertian para ahli dan kesimpulan tersebut, suatu bangsa pada hakikatnya mempunyai unsur-unsur berikut:
a)      Cita-cita bersama yang mengikat dan menjadi satu kesatuan.
b)      Perasaan senasib sepenanggungan.
c)      Karakter yang sama
d)     Adat istiadat atau budaya yang sama.
e)      Satu kesatuan wilayah.
f)       Terorganisir dalam satu wilayah hukum.

2.      Negara
Istilah negara merupakan terjemahan berbagai bahasa didunia, yaitu: de staat (Belanda), the state (Inggris), L’etat (Perancis), statum (Latin), lo stato (Italia), dan der staat (Jerman). Dan menurut bahasa sansekerta negara berarti kota, sedangkan menurut suku-suku yang ada di Indonesia negara adalah tempat tinggal. Menurut Kamus Besar Bahasa  Indonesia negara adalah persekutuan bangsa yang hidup dalam satu daerah/wilayah dengan batas-batas tertentu yang diperintah dan diurus oleh suatu badan pemerintah dengan teratur.
Adapun beberapa definisi negara dari para ahli diantaranya adalah sebagai berikut:
a)      Prof. Nasroen
Negara adalah sesuatu bentuk dari pergaulan hidup dan oleh sebab itu harus juga di tinjau secara sosiologis agar dapat dijelaskan dan dipahami.
b)      Aristoteles
Negara atau disebut juga polis adalah persekutuan dari keuarga dan desa untuk mencapai kehidupan yang sebaik-baiknya.
c)      Hugo de Groot (Grotius)
Negara merupakan ikatan-ikatan manusia yang insyaf akan arti dan panggilan hukum kodrat.
d)     Jean bodin
Negara adalah segala persekutuan dari keluarga-keluarga dengan segala kepentingan yang dipimpin oleh akal dari suatu kekuasaan yang berdaulat.

e)      Logemann
Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan masyarakat.
f)        Prof. R. Djokosoetono, S.H.
Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia-manusia yang berada dibawah pemerintahan yang sama.
Jadi secara garis besar, pengertian negara dari beberapa definisi para ahli diatas adalah suatu wilayah yang mempunyai wewenang dan kekuasaan untuk mengatur kelompok-kelompok masyarakat secara menyeluruh di wilayahnya dan bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi. Untuk menerapkan aturan negara memerlukan kekuatan untuk memaksa.
Unsur-unsur terbentuknya suatu Negara
Negara sebagai organisasi memiliki status yang kokoh apabila didukung oleh tiga unsur pokok yang menjadi persyaratan mutlak berdirinya suatu negara. Apabila salah satu unsur tidak ada, maka negara menjadi tidak ada. Unsur tersebut disebut unsur konstitutif.
Menurut Oppenheim dan Lauterpacht unsur pokok tersebut adalah rakyat/masyarakat, wilayah/daerah (meliputi udara, darat, dan perairan), dan pemerintah yang berdaulat. Selain unsur pokok tersebut, masih terdapat unsur yang keempat yaitu pengakuan dari negara lain yang disebut unsur deklaratif, sebagai pelengkap dalam pergaulan internasional. Hal ini di akui dalam konvensi Montevideo 1933 yang menyatakan bahwa “Negarasebagai suatu pribadi hukum internasionalseharusnyamemilikikualifikasi-kualifikasipendudukyangmenetap,wilayahtertentu,suatupemerintah, dan kemampuan untuk berhubungan dengan negara lain.
Unsur deklaratif adalah sifat yang ditunjukkan oleh adanya tujuan negara, undang-undang dasar, pengakuan dari negara lain baik secara de facto maupun de jure serta masuknya negara dalam organisasi dunia seperti PBB.
a)       Rakyat
Rakyat adalah semua orang yang berdiam di dalam suatu negara atau menjadi penghuni negara. Rakyat suatu negara dikelompokkan menjadi penduduk dan bukan penduduk serta warga negara dan bukan warga negara. Perbedaan antara penduduk dan bukan penduduk menimbulkan perbedaan hak dan kewajiban tertentu. Hanya yang berstatus penduduk yang dapat melakukan pekerjaan di suatu negara yang ditempatinya.
b)      Wilayah
Pembatasan wilayah suatu negara sangat penting sekali karena menyangkut pelaksanaan kedaulatan  suatu negara dalam suatu bentuk. Seperti hal-hal berikut: 
c)       Pemerintah yang berdaulat
Pemerintah yang berdaulat merupakan syarat berdirinya suatu negara. Tanpa adanya pemerintah yang berdaulat tidak mungkin ada suatu negara meskipun unsur yang lainnya ada.



B.     Penduduk dan Warga Negara
            Istilah warga negara (bahasa Inggris: citizen atau bahasa Perancis: citoyen, citoyenne) merujuk kepada bahasa Yunani Kuno polites atau Latin civis, yang didefinisikan sebagai anggota dari polis (kota) Yunani Kuno atau res publica (perkumpulan orang-orang atau masyarakat) Romawi bagi persekutuan orang-orang di Mediterania Kuno, yang selanjutnya ditransmisikan kepada peradaban Eropa danBarat (Pocock,1995:29). Warga negara dapat berarti warga, anggota dari suatu negara. Ketika mempertanyakan what is a citizen? Turner (1990) menjelaskan bahwa “a citizen is a member of a group living undercertain laws” atau anggota dari sekelompok manusia yang hidup atau tinggal di wilayah hukum negara tertentu. Dikatakan lebih lanjut, bahwa hukum ini disusun dan diselenggarakan oleh orang-orang yang memerintah, mengatur kelompok masyarakat tersebut. Mereka yang ikut serta mengatur kelompok masyarakat bersama-sama dikenal sebagai pemerintah (government). Oleh karena itu, warga negara disimpulkan sebagai “a member of a group living under the rule of agovernment”.
Dalam Websters Encyclopedic Unabridged Dictionary of the English Language (1989:270), konsep warga negara dapat dipahami sebagai “…as anative or naturalized member of a state or nation who owes allegiance to its government and is entitled to its protection”, atau anggota asli atau hasilnaturalisasi dari negara atau bangsa yang memiliki kesetiaan terhadappemerintahan dan berhak atas perlindungan pemerintahan, sedangkan citizenship as the “state of being vested with the rights, privileges, and duties of a citizen”,atau kewarganegaraan adalah status pribadi yangdimiliki secara tetap dengan hak,perlakuan khusus, dan tugas-tugas sebagai warga negara (Banks, 2004:24).
Pengertian di atas menunjukkan bahwa kewarganegaraan adalah “posisiatau status sebagai warga negara” (the position or status of being a citizen)(Simpson & Weiner, 1989:250) yang di dalamnya melekat seperangkat hak,kewajiban, dan identitas yang menghubungkan warga negara dengan Negarabangsa(the set of rights, duties, and identities linking citizens to the nation-state). (warga negara sebagai “…is a member of a political community, which is defined by a set of rights and obligations atauanggota suatu masyarakat politis (political community), yang digambarkan olehseperangkat hak dan kewajiban. Sedangkan kewarganegaraan menurut Heywood(1994:155) “… therefore represents a relationship between the individual and the state, in which the two are bound together by reciprocal rights and obligations”atau kewarganegaraan itu menghadirkan suatu hubungan antara individu dannegara, dimana keduanya terikat bersama-sama oleh hak dan kewajiban secaratimbal balik. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Kymlicka (2003:147) yangmengemukakan bahwa “the term „citizenship‟ typically refers to membership in a political community, and hence designates a relationship between the individual and the state” artinya bahwa kewarganegaraan merujuk kepada anggota darikomunitas politik, dan karenanya menandakan hubungan antara individu dannegara.Selanjutnya, Heywood (1994:156) mengemukakan bahwakewarganegaraan merupakan status hukum dan identitas (a legal status and an identity), karenanya terkandung dalam pengertian itu dua dimensi, objektif dansubjektif. Secara objektif, kewarganegaraan terkait dengan hak-hak dankewajiban-kewajiban yang diberikan negara secara spesifik (specific rights and obligations which a state invests in its members) dan dimensi subjektif berkaitandengan kesetiaan rasa memiliki (a sense of loyalty and belonging) terhadap
negara.Cogan (1998:13) memberikan atribut pokok kewarganegaraan denganterlebih dahulu membedakan konsep warga negara (citizen) dengan kewarganegaraan (citizenship). Konsep “a citizen” diartikan sebagai “aconstituent member of society” atau anggota resmi suatu masyarakat. Sementara itu “citizenship” diartikan sebagai “a set of characteristics of being a citizen”, atau seperangkat karakteristik sebagai seorang warga negara. Secara konseptual, citizenship memiliki lima atribut pokok, yakni:”…asense of identity; the enjoyment of certains rights; the fulfilment of correspondingobligations; a degree of interest and involvement in public affairs; and anacceptance of basic societal values” (Cogan,1998:2-3). Dengan kata lain seorang warga negara seyogyanya memiliki jati diri; kebebasan untuk menikmati hak tertentu; pemenuhan kewajiban-kewajiban terkait; tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik; dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Dalam perkembangan negara modern, konsep kewarganegaraan lazimnya didefinisikan sebagai sebuah hubungan antara individu dan masyarakat politik yang dikenal sebagai negara, yang alami. Individu memberikan loyalitas kepada negara guna mendapatkan proteksi darinya (Kalidjernih, 2007:51). Dengan demikian, warga negara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah tertentu dalam hubungannya dengan negara. Warga negara secara sendiri-sendiri merupakan subjek-subjek hukum yang menyandang hak-hak sekaligus kewajibankewajiban dari dan terhadap negara. Setiap warga negara mempunyai hak-hak yang wajib diakui (recognized) oleh negara dan wajib dihormati (respected), dilindungi (protected), dan difasilitasi (facilitated), serta dipenuhi (fulfilled) oleh negara. Sebaliknya, setia warga negara juga mempunyai hak-hak negara yang wajib diakui (recognized), dihormati (respected), dan ditaati atau ditunaikan (complied) oleh setiap warga negara.
Dalam konteks Indonesia, pasal 26 ayat (1) UUD 1945 menetapkan bahwa yang dimaksud warga negara Indonesia adalah adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perihal kewarganegaraan Indonesia dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Undang-undang No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.
2.      Undang-undang No. 6 Tahun 1947 tentang Perubahan atas Undangundang No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.
3.      Undang-undang No. 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.
4.      Undang-undang No. 11 Tahun 1948 tentang Memperpanjang Waktu Lagi untuk Mengajukann Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.
5.      Undang-undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
6.      Undang-undang No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan atas pasal 18 Undang-undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
7.      Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Menurut UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia, yang dimaksud warga negara Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
2.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia;
3.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing; ketentuan ini berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
4.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga Negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia; ketentuan ini berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
5.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
6.      anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
7.      anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
8.      anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga Negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;
9.      anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
10.  anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
11.  anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
12.  anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan; berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
13.  anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Disamping itu, ditentukan pula bahwa yang menjadi warga Negara Indonesia adalah:
1)      Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di Iuar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia;
2)      anak warga negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia. (Pasal 5 ayat 1 dan 2 UU No. 12 Tahun 2006). Karena dua ketentuan di atas, maka akan berakibat anak berkewarganegaraan ganda, karena itu, maka setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
C.    Asas Kewarganegaraan
Dalam berbagai literatur hukum dan dalam praktik, dikenal adanya tiga asas kewarganegaraan, masing-masing adalah ius soli, ius sanguinis, dan asas campuran. Dari ketiga asas itu, yang dianggap sebagai asas yang utama ialah asasius soli dan ius sanguinisAsas ius soli (asas kedaerahan) ialah bahwa kewarganegaraan seseorangditentukkan menurut tempat kelahirannya. Seseorang dianggap berstatus warga negara dari Negara A, karena ia dilahirkan di Negara A tersebut. Sedangkan asas ius sanguinis dapat disebut sebagai asas keturunan atau asas darah. Menurut prinsip yang terkandung dalam asas kedua ini, kewarganegaraan ditentukkan dari garis keturunan orang yang bersangkutan. Seseorang adalah warga negara A, karena orang tuanya adalah warga negara A. Pada saat sekarang, dimana hubungan antarnegara berkembang semakin mudah dan terbuka, dengan sarana transportasi, perhubungan, dan komunikasi yang sudah sedemikian majunya, tidak sulit bagi setiap orang untuk bepergian ke mana saja. Oleh karena itu, banyak terjadi bahwa seseorang warga negara dari Negara A berdomisili di negara B. Kadang-kadang orang tersebut melahirkan anak di negara tempat dia berdomisili. Dalam kasus demikian, jika yang diterapkan adalah asas ius soli, maka akibatnya anak tersebut menjadi warga negara dari negara tempat domisilinya itu, dan dengan demikian putuslah hubungannya dengan negara asal orang tuanya. Karena alasan-alasan itulah maka dewasa ini banyak negara yang telah meninggalkan penerapan asas ius soli, dan berubah menganut asas ius sanguinis.
Dianutnya asas ius sanguinis ini besar manfaatnya bagi negara-negara yang berdampingan dengan negara lain (neighboring countries) yang dibatasi oleh laut seperti negara-negara Eropa Kontinental. Di negara-negara demikaian ini, setiap orang dapat dengan mudah berpindah-pindah tempat tinggal kapan saja menurut kebutuhan. Dengan asas ius sanguinis, anak-anak yang dilahirkan di negara lain akan tetap menjadi warga negara dari negara asal orang tuanya. Hubungan antara negara dan warga negaranya yang baru lahir tidak terputus selama orang tuanya masih tetap menganut kewarganegaraan dari negara asalnya.
Sebaliknya, bagi negara-negara yang sebagian terbesar penduduknya berasal dari kaum imigran, seperti Amerika Serikat, Australia, dan Kanada, untuk tahap pertama tentu akan terasa lebih menguntungkan apabila menganut apabila menganut asas ius soli ini, bukan asas ius sangunis. Dengan lahirnya anak-anak dari para imigran di negara-negara tersebut akan menjadi putuslah hubungannya dengan negara asal orang tuanya. Oleh karena itu, Amerika Serikat menganut asas ius soli ini, sehingga banyak mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Amerika Serikat, apabila melahirkan anak, maka anaknya otomatis mendapatkan status sebagai warga negara Amerika Serikat.
Sehubungan dengan kedua asas tersebut, setiap negara bebas memilih asas mana yang hendak dipakai dalam rangka kebijakan kewarganegaraan untuk menentukan siapa saja yang diterima sebagai warga negara dan siapa yang bukan warga negara, Setiap negara mempunyai kepentingan sendiri-sendiri berdasarkan latar belakang sejarah yang tersendiri pula, sehingga tidak semua Negara menganggap bahwa asas yang satu lebih baik daripada asas yang lain. Dapat saja terjadi, di suatu negara, yang dinilai lebih menguntungkan adalah asas ius soli, tetapi di negara yang lain justru asas ius sanguinis yang dianggap lebih menguntungkan. Bahkan dalam perkembangan di kemudian hari, timbul pula kebutuhan baru berdasarkan pengalaman di berbagai negara bahwa kedua asas tersebut harus diubah dengan asas yang lain atau harus diterapkan secara bersamaan untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan double-citizenship atau dwi-kewarganegaraan (bipatride).
Namun demikian, dalam praktik, ada pula negara yang justru menganut kedua-duanya, karena pertimbangan lebih menguntungkan bagi kepentingan negara yang bersangkutan. Misalnya, India dan Pakistan temasuk negara yang sangat menikmati kebijakan yang mereka terapkan dengan sistem dwikewarganegaraan.
Sistem yang terakhir inilah yang biasa dinamakan sebagai asas campuran. Asas yang bersifat campuran, sehingga dapat menyebabkan terjadinya apatride atau bripatride. Dalam hal demikian, yang ditoleransi biasanya adalah keadaan bipatride, yaitu keadaan dwi kewarganegaraan.
Bagaimana dengan Indonesia? Dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, asas-asas yang dipakai dalam kewarganegaraan Indonesia meliputi:
1.      Asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan bukan negara tempat kelahiran;
2.      Asas ius soli secara terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diperuntukkan terbatas bagi anak-anak sesuai dengana ketentuan yang diatur dalam undang-undang;
3.      Asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang;
4.      Asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
D.    Problem Status Kewarganegaraan
Setiap negara berhak menentukan asas yang mana yang hendak dipakai untuk menentukkan siapa yang termasuk warga negara dan siapa yang bukan. Oleh karena itu, di berbagai negara, dapat timbul berbagai pola pengaturan yang tidak sama di bidang kewarganegaraan. Bahkan, antara satu negara dengan negara lain dapat timbul pertentangan atau conflict of law atau pertentangan hukum.
Sanguinis, atau sebaliknya. Hal itu tentu akan menimbulkan persoalan bipatride atau dwi-kewarganegaraan, atau sebaliknya menyebabkan apatride, yaitu keadaan tanpa kewarganegaraan sama sekali. Bipatride timbul manakala menurut peraturan-peraturan tentang kewarganegaraan dari berbagai negara, seseorang sama-sama dianggap warga negara oleh negara-negara yang bersangkutan. Pada umumnya, baik bipatride maupun apatride adalah keadaan yang tidak disukai baik oleh negara di mana orang tersebut berdomisili ataupun bahkan oleh yang bersangkutan sendiri, keadaan bipatride membawa ketidakpastian dalam status seseorang, sehingga dapat saja merugikan negara tertentu atau pun bagi yang bersangkutan itu sendiri. Misalnya, yang bersangkutan sama-sama dibebani kewajiban untuk membayar pajak kepada kedua-dua negara yang menganggap sebagai warga negara itu. Ada juga negara yang tidak menganggap hal ini sebagai persoalan, sehingga menyerahkan saja kebutuhan untuk memilih kewarganegaraan kepada orang yang bersangkutan. Di kalangan negara-negara yang sudah makmur, dan rakyatnya yang sudah rata-rata berpenghasilan tinggi, maka tidak dirasakan adanya kerugian apapun bagi negara untuk mengakui status dwi-kewarganegaraan itu. Akan tetapi, di negara-negara yang sedang berkembang, yang penduduknya masih terbelakang, keadaan bipatride itu sering dianggap lebih banyak merugikan.
Sebaliknya, keadaan apatride juga membawa akibat bahwa orang tersebut tidak akan mendapat perlindungan dari negara manapun juga. Kedua keadaan itu, yaitu apatride dan bipatride sama-sama pernah dialami oleh Indonesia. Sebelum ditandatanganinya perjanjian antara Indonesia dan Republik Rakyat Cina (RRC), sebagian orang-orang Cina yang berdomisili di Indonesia menurut peraturan kewarganegaraan dari Republik Rakyat Cina yang berasas ius sanguinis, tetap dianggap sebagai warga negara RRC. Sebaliknya, menurut Undang-undang tentang Kewarganegaraan Indonesia pada waktu itu, orang Cina tersebut sudah dianggap menjadi warga negara Indonesia. Dengan demikian terjadilah keadaan bipatride bagi orang Tionghoa yang bersangkutan. Di lain hal, ada pula sebagian orang-orang Tionghoa yang oleh pemerintah RRC dianggap pro kaum nasionalis Kuomintang tidak diakui sebagai warga negaranya. Sedangkan, Taiwan yang dianggap sebagai negara kaum nasionalis itu tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia. Oleh sebab itu, mereka juga diakui oleh Taiwan sebagai warga negaranya, sehingga mereka tidak mempunyai status sama sebagai warga negara mana pun juga, dan dapat disebut defacto apatride. Keadaan semacam ini tentu harus diatasi, apalagi, dalam pasal 28D ayat (4) UUD 1945 dengan tegas dinyatakan, “Setiap orang berhak atas status kewargangeraan”.
Baik bipatride maupun apatride tersebut tentu harus dihindarkan dengan cara menutup kemungkinan terjadinya kedua keadaan itu dengan undang-undang tentang kewarganegaraan. Umpamanya untuk mencegah bipatride, pasal 7 Undang-undang Nomor 62 tahun 1958 menentukkan bahwa seseorang perempuan asing yang kawin dengan laki-laki warga negara Indonesia dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan pernyataan dan dengan syarat harus meninggalkan kewarganegaraan asalnya. Demikian pula, untuk mencegah kemungkinan apatride. Undang-undang termasuk dalam Pasal 1 huruf f menentukan, bahwa anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia selama kedua orang tuanya tidak diketahui, adalah warga negara Indonesia. Seandainya ketentuan ini tidak ada, maka niscaya kelak anak itu akan menjadi apatride karena tidak diketahui siapa orang tuanya, sehingga sulit untuk menentukan status kewarganegaraannya. Dengan dua contoh ini jelaslah bahwa
setiap undang-undang tentang kewarganegaraan dapat mencegah timbulnya keadaan bipatride dan apatride. Persoalannya sekarang bagaimana kalau bipatride telah terjadi di Republik Indonesia sebelum tahun 1955, di mana pada waktu itu orang-orang Cina karena peraturan perundangan yang berlaku pada saat itu dapat dianggap sebagai warga negara republik Indonesia, sedangkan dalam keadaan yang bersamaan Republik Rakyat Cina tetap pula beranggapan bahwa orangorang Cina tersebut adalah warga negaranya.
Pemecahan atas permasalahan ini adalah tidak mungkin lain dari pada membuka kemungkinan perundingan langsung di antara negara-negara yangbersangkutan.Oleh karena itulah pada tanggal 22 April 1955 telah ditandatangani masing-masing oleh Menteri luar Negeri Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina yang dikenal sebagai Perjanjian Soenario-Chou. Pejanjian inilah yang kemudian dituangkan menjadi Undang-undang Nomor 2 tahun 1958 tentang Persetujuan Perjanjian Antara Republik Indonesia dengan RRC mengenai Soal Dwikewarganegaraan. Dalam perjanjian itu ditentukkan bahwa kepada semuaorang Cina yang ada di Indonesia harus mengadakan pilihan tegas dan tertulis, apakah akan menjadi warga negara Republik Indonesia atau tetap berkewarganegaraan Republik Rakyat Cina. Dengan demikian, terpecahkanlah masalah dwi-kewarganegaraan yang pernah timbul antar RRC dan RI di masa lalu.Dalam konteks UU No. 12. Tahun 2006 pada dasarnya tidak mengenal adanya kewarganegaraan bipatride ataupun apatride. Kewarganegaraan ganda merupakan pengecualian.
Perolehan Dan Kehilangan Kewarganegaraan
Dalam berbagai literatur hukum di Indonesia, biasanya cara memperoleh status kewarganegaraan hanya digambarkan terdiri atas dua acara, yaitu status kewarganegaraan dengan kelahiran di wilayah hukum Indonesia, atau dengan cara pewarganegaraan atau naturalisasi (naturlalization). Akan tetapi, disamping itu, ada tiga cara perolehan kewarganegaraan, yaitu citizenship by birth, ctizenship bynaturalization, dan citizenship by registration. Namun demikian, jika dirinci lebih lanjut, sebenarnya cara untuk memperoleh status kewarganegaraan yang dipraktikan di berbagai negara lebih banyak lagi. Oleh karena itu, dapat dirumuskan bahwa dalam praktik, memang dapat dirumuskan adanya 5 (lima) prosedur atau metode perolehan status kewarganegaraan, yaitu: Citizenship bybirth; Citizenship by descent;Citizenship by naturalisation; Citizenship byregistration; Citizenship by incoporation of territory (Asshiddiqie, 2006).
Pertama, citizenship by birth adalah pewarganegaraan berdasarkan kelahiran di mana setiap orang yang lahir di wilayah suatu negara, dianggap sah sebagai warga negara yang bersangkutan. Asas yang dianut di sini adalah asas ius soli, yaitu tempat kelahiranlah yang menentukan kewarganegaraan seseorang. Namun, dalam praktik, hal ini juga tidak bersifat mutlak. Misalnya, di Inggris, sebelumnya berlaku prinsip bahwa “subject to minor exceptions, birth in theUnited Kingdom confered British natioanlly”. Sekarang ketentuan ini diperketat dengan ketentuan bahwa “Birth in the United Kingdom provided that one parentat the time of birth a british citizen or was settled in the United Kingdom”. Meskipun demikian, seseorang yang lahir di Inggris, masih dapat memperoleh kesempatan menjadi warga negara Inggris, apabila kelak salah satu orang tuanya di kemudian hari mendapatkan kewarganegaraan Inggris atau apabila yang bersangkutan telah hidup menetapkan di Inggris selama lebih dari sepuluh tahun. Kedua, citizen by descent adalah kewarganegaraan berdasarkan keturunan dimana seseorang yang lahir diluar wilayah suatu negara dianggap sebagai warga negara karena keturunan, apabila pada waktu yang bersangkutan dilahirkan, kedua orang tuanya adalah warga negara dari negara tersebut. Asas yang dipakai di sini adalah ius sanguinis, dan hukum kewarganegaraan Indonesia pada pokoknya menganut asas ini, yaitu melalui garis ayah. Ketentuan serupa ini juga dianut di Inggris berdasarkan citizenship act of 1948 yang mengizinkan “the acqusition ofcitizenship by descent only through the father”. Sekarang ketentuan ini lebih diperketat yaitu dengan membatasinya hanya untuk garis keturunan satu generasi saja. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hukum kewarganegaraan Inggris sesudah berlakunya citizenship act of 1981 menganut system kewarganegaraan melalui kelahiran (by birth) dan juga melalui garis keturanan (by descent).
Ketiga, citizenship by naturalization merupakan pewarganegaraan orang asing yang atas kehendak sadarnya sendiri mengajukan permohonan untuk menjadi warga negara dengan memenuhi segala persyaratan yang ditentukan untuk itu. Keempat, citizenship by regristration merupakan pewarganegaraan bagi mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu dianggap cukup dilakukan melalui prosedur administrasi pendaftaran yang lebih sederhana dibandingkan dengan metode naturalisasi yang lebih rumit. Misalnya, seorang wanita asing yang menikah dengan pria berkewarganegaraan Indonesia, haruslah dipandang mempunyai kasus yang berbeda dari seseorang yang secara sadar dan atas kehendaknya sendiri ingin menjadi warga negara Indonesia dengan naturalisasi. Untuk kasus seperti ini dapat saja ditentukan dengan undang-undang bahwa proses pewarganegaraan tidak harus melalui prosedur naturalisasi, melainkan cukup melalui proses registrasi. Dapat pula terjadi, seorang anak dari ayah asing dan ibu berkewarganegaraan Indonesia, setelah dewasa memilih kewarganegaraan Indonesia, maka proses pewarganegaraannya cukup dilakukan melalui prosedur administrasi pendaftaran disertai surat pernyataan kewarganegaraan.
Di Inggris, misalnya, menteri dalam negeri (home secretary) diberi kewenangan “to registrer minors as british citizens by section 3 which spells outparticular requrements to be satisfied in spesific types of application”. Seorang yang dianggap mempunyai hak untuk mendapatkan kewarganegaraan melalui pendaftaran adalah: British Dependent Territories; Britisht Overseas Citizens;Britisht Subjects; dan British Protected Persons yang memenuhi persyaratan tinggal (residence requirements) menurut ketentuan Section 4 Act of 1981.
Pendaftaran juga dimungkinkan bagi mereka yang terkait dengan ketentuan peralihan UU Tahun 1981 (Act of 1981) yang sejak dulunya seharusnya sudah terdaftar sebagai warga negara Inggris, yaitu: by virtue of residence (section 7); dalam hal wanita yang kawin dengan warga negara Inggris (section 8); dan dengan pendaftaran di konsulat Inggris di luar negeri (section 9).  Kelima, citizenship by incoporporation of territory yaitu proses pewarganegaraan karena terjadinya perluasan wilayah negara. Misalnya, ketika Timor Timur menjadi wilayah negara Republik Indonesia, maka proses pewarganegaraan warga Timor Timur itu dilakukan melalui prosedur yang khusus ini. Sebenarnya, secara teknis, metode terakhir ini dapat juga disebut sebagai variasi metode pewarganegaraan bedasarkan pendaftaran atau citizenship byregistration seperti yang telah diuraikan di atas.
Bagaimana seseorang dapat kehilangan kewarganegaraannya? Pasal 23 UU No. 12 Tahun 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan bahwa warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
1.      memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
2.      tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
3.      dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
4.      masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
5.      secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
6.      secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
7.      tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
8.      mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau
9.      bertempat tinggal di Iuar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
E.     Hak Warga Negara
Hak warga negara adalah sesuatu yang dapat dimiliki oleh warga negara dari negaranya. Hak warga negara dapat juga disebut sebagai hak konstitusional warga negara (citizen‟s constitutional right), yaitu hak warga negara yang secara konstitusional diatur dalam konstitusi atau perundang-undangan.Dalam ketentuan UUD 1945 dirumuskan hak-hak yang dimiliki warga negara Indonesia sebagaimana uraian berikut:
1.      Hak memperoleh kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” (Pasal 27 ayat 1).
2.      Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak: “Tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (Pasal 27 ayat 2).
3.      Hak dalam pembelaan negara: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. (Pasal 27 ayat 3).
4.      Hak berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran: “Kemerdekaan berserikatdan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang” (Pasal 28).
5.      Hak kemerdekaan memeluk agama: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 29 ayat 1), dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” (Pasal 29 ayat 2).
6.      Hak mendapatkan pendidikan“Setiap Warga negara berhak mendapat pendidikan” (Pasal 31 ayat 1).
7.      Hak untuk mendapatkan Kesejahteraan sosial: Pasal 33 UUD 1945 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5):
1)      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2)      Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3)      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4)      Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, effisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5)      Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
8.      Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” (Pasal 34 ayat 1).
F.     Kewajiban Warga Negara
Kewajiban warga negara adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh warga negara. Kewajiban warga negara ini juga ditetapkan oleh konstitusi atau perundangundangan. ketentuan UUD 1945 juga mengatur tentang kewajiban warga negara Indonesia sebagai berikut:
1.      Wajib menaati hukum dan pemerintahan: “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” (Pasal 27 ayat 1)
2.      Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara: “Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara” (Pasal 27 ayat 3).
3.      Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara: “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara” (Pasal 30 ayat 1)
4.      Wajib mengikuti pendidikan dasar: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” (Pasal 31 ayat 2).
5.      Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain ”Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain” (. Pasal 28J ayat 1).
6.      Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis (Pasal 28J ayat 2).
G.    Hak dan Kewajiban dari Negara/Pemerintah
Sebagaimana seorang warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban, maka negara pun mempunyai hak dan kewajiban atas warga negaranya. Hak dan kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya merupakan hak warga negara terhadap negara.  Hak negara atau pemerintah meliputi:
1.      Menciptakan peraturan dan undang-undang yang dapat mewujudkan ketertiban dan keamanan bagi keseluruhan rakyat;
2.      Melakukan monopoli terhadap sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak;
3.      Memaksa setiap warga negara untuk taat pada hukum yang berlaku.
Kewajiban negara atau pemerintah sebagaimana yang tersebut dalam tujuan negara dalam pembukaan UUD 1945 dan kewajiban negara menurut undang-undang serta UUD meliputi:
1.      Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2.      Memajukan kesejahteraan umum;
3.      Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4.      Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial;
5.      Menjaminkemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk agama dan kepercayaannya;
6.      Membiayai pendidikan, khususnya pendidikan dasar;
7.      Mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional;
8.      Memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran belanja negara dan belanja daerah;
9.      Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia;
10.  Memajukan kebudayaan manusia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dengan memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya;
11.  Menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan kebudayaan nasional;
12.  Menguasai cabang-cabang produksi terpenting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak;
13.  Menguasai bumi, air, dan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat;
14.  Memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar;
15.  Mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan;
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Adapun yang dapat ditarik kesimpulan dari materi ini adalah:
1.      Pengertian warga negara adalah penduduk sebuah negara atau bangsa  berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu.
2.      Sebelum negara menentukan siapa saja yang menjadi warga negaranya, terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meningggalkannya serta berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945.
3.      Sistem kewarganegaraan merupakan ketentuan/pedoman yang digunakan dalam menentukan kewarganegaraan seseorang.
4.      Penentuan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran seseorang dikenal dengan dua asas kewarganegaraan yaitu ius soli dan ius sanguinis.
5.      Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga dapat dilihat dari sistem perkawinan.
6.      Walaupun tidak dapat memenuhi status kewarganegaraan melalui sistem kelahiran maupun perkawinan, seseorang masih dapat mendapatkan status kewarganegaraan melalui proses pewarganegaraan atau naturalisasi.
7.      Hak-hak dan kewajiban warga negara tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD 1945.
8.      Sebagaimana seorang warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban, maka negara pun mempunyai hak dan kewajiban atas warga negaranya.

B.     Saran
Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekuarangn dan kesalahan, kami mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.




DAFTAR PUSTAKA

Arif, Dikdik Baehaqi. 2012. Diktat Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Cicic Education. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
Candra, Fitri. 2011. Hak dan Kewajiban Warga Negara Republik Indonesia. http://fhy13candra.blogspot.com/2011/04/hak-dan-kewajiban-warga-negara-republik.html. Diakses pada hari Selasa, 16 April 2013.
Listyarti, Retno. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Esis.
Saepuddin. 2010. Pengertian Bangsa dan Negara.
Tim Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. 2013.PendidikanKewarganegaraan. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Yulio, Yandi. 2009. Menghargai Persamaan Kedudukan Warga Negara. http://yandiyulio.wordpress.com/2009/03/24/menghargai-persamaan-kedudukan-warga-negara/ diakses pada hari Selasa, 16 April 2013.
Zhainal. 2013. Pengertian bangsa dan Negara serta  Hak dan Kewajiban warga Negara. http://zhainal99.blogspot.com/2013/04/pengertian-bangsa-dan-negara-serta-hak.html.  Diakse pada hari Kamis, 18 April 2013.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUBUNGAN KIMIA DENGAN PETERNAKAN

 PENDAHULUAN A.  Latar Belakang Sejarah kimia dimulai lebih dari 4000 tahun yang lalu dimana bangsa Mesir mengawal dengan the art of synthetic “wet” chemistry. 1000 tahun SM, masyarakat purba telah menggunakan teknologi yang akan menjadi dasar terbentuknya berbagai macamcabang ilmu kimia. Ekstrasi logam dari bijihnya, membuat keramik dan kaca, fermentasibir dan anggur, membuat pewarna untuk kosmetik dan lukisan, mengekstraksi bahan kimia dari tumbuhan untuk obat obatan dan parfum, membuat keju, pewarna, pakaian, membuat paduan logam seperti perunggu. Mereka tidak berusaha untuk memahami hakikat dan sifat materi yang mereka gunakanserta perubahannya, sehingga pada zaman tersebut ilmu kimia belum lahir. Tetapi dengan percobaan dan catatan hasilnya merupakan sebuah langkah menuju ilmu pengetahuan. Para ahli filsafat Yunani purba sudah mempunyai pemikiran bahwa materi tersusun dari partikel-partikel yang jauh lebih kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (atomos). Namun konsep

Focus Group Discussion

PENDAHULUAN A.  Latar Belakang Istilah kelompok diskusi terarah atau dikenal sebagai  Focus Group Discussion   (FGD) saat ini sangat populer dan banyak digunakan sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian sosial. Pengambilan data kualitatif melalui FGD dikenal luas karena kelebihannya dalam memberikan kemudahan dan peluang bagi peneliti untuk menjalin keterbukaan, kepercayaan, dan memahami persepsi, sikap, serta pengalaman yang dimiliki informan. FGD memungkinkan peneliti dan informan berdiskusi intensif dan tidak kaku dalam membahas isu-isu yang sangat spesifik. FGD juga memungkinkan  peneliti mengumpulkan informasi secara cepat dan konstruktif dari peserta yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Di samping itu, dinamika kelompok yang terjadi selama berlangsungnya proses diskusi seringkali memberikan informasi yang penting, menarik, bahkan kadang tidak terduga . Focus group discussion yang lebih terkenal dengan singkatannya FGD merupakan salah satu metode riset kual

Hubungan Ilmu Nutrisi dengan Ilmu Lainnya

 jelaskan hubungan ilmu Nutrisi dengan ilmu lainnya seperti: Biokimia   Kimia Genetika   Mikrobiologi   Biofisik   Endokrinologi   Fisiologi   Matematika JAWAB Ilmu nutrisi (Nutrience Science) merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dan minuman dalam hubungannya dengan kesehatan optimal/ tubuh. Dalam ilmu nutrisi dikenal istilah zat nutrisi (Nutrients), yaitu ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan. Sedangkan nutrisi (Gizi) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dri organ-organ, serta menghasilkan energi (Jaya, 2013) Ilmu nutrisi adalah ilmu yang mempelajari serangkaian proses dimana suatu organism mulai