(Peranan Perempuan dalam Pembangunan Peternakan
Berperspektif Gender)
Oleh :
NAMA : SUKANDI
NIM : I111 12 044
KELAS : GENAP
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan Syukur Alhamdulilah ke hadirat Allah
SWT. karena berkat Kasih Sayang dan Cinta-Nyalah , sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini sesuai dengan
harapan penulis.
Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih semua
pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian tulisan ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Segala hal yang dapat memperbaiki penulis
makalah ini akan penulis perhatikan demi peningkatan kualitas makalah, karena
tidak ada manusia yang sempurna dan luput dari kehilafan. Hanya Allah-lah yang
memiliki kesempurnaan selebihnya manusia sebagai makhluk-Nya selalu dalam
kealfaan. Hidup adalah perjuangan, dan hidup di dunia hanyalah sementara,
tetapi ilmu Allah laksana lautan tak bertepi, sedangkan ilmu manusia laksana
setetes air air yang menetes di atas lautan tersebut. Oleh sebab itu, tak
pantas manusia menjadi sombong karena diberi kelebihan oleh Allah SWT tetapi
manusia harusnya bersyukur dan semakin merunduk bila diberi rahmat oleh-Nya.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Aamiin.
Makassar, April 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
Halaman
Sampul.......................................................................................... i
Kata
Pengantar..............................................................................................
ii
Daftar
Isi.......................................................................................................
iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.......................................................................................
1
B. Maksud
dan Tujuan................................................................................
2
BAB II. PEMBAHASAN
A.
Perbedaan
Gender dengan Seks........................................................................
3
B. Peran
Gender dan Lahirnya Ketidakadilan Gender................................. 4
C. Peranan
Perempuan dalam Pembangunan Peternakan
Berperspektif
Gender................................................................................
8
BAB III. KESIMPULAN DAN
SARAN
A. Kesimpulan.............................................................................................
11
B. Saran........................................................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
13
BAB.
I
PENDAHULUAN
Kegiatan usaha produktif
sub-sektor peternakan senantiasa melibatkan gender wanita dalam pelaksanaan
usahatani, terutama usahatani keluarga. Upaya melibatkan gender wanita dalam
kegiatan usahatani-ternak merupakan salah satu upaya peningkatan keamanan
ekonomi keluarga dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya lokal serta meningkatkan
status gender wanita dalam kegiatan sektoral. Keterlibatan kaum wanita dalam
kegiatan usahatani-ternak merupakan upaya meningkatkan kekuatan nilai input
yang disumbangkan dalam proses produksi dan proses pengambilan keputusan.
Keikutsertaan gender wanita dalam kegiatan usahatani-ternak mampu memberikan
sumbangan finansial dalam bentuk peningkatan pendapatan keluarga. Sebagai
anggota keluarga, gender wanita juga mampu mengontrol aset produksi. Keadaan
seperti ini sangat berbeda dengan partisipasi kaum wanita dalam kegiatan
pertanian subsistem dimana mereka berperan semata-mata sebagai tenaga kerja
pada lahan yang sepenuhnya dikuasai kepala keluarga pria.
Namun, pada sub-sektor peternakan
dijumpai kerancuan atas pemahaman gender dan sikap feminis dalam kaitannya
dengan kegiatan dan penelitian gender yang seringkali berdampak pada
eksklusifitas kegiatan dan kepakaran pada gender tertentu. Di samping itu,
sering pula dijumpai kerancuan konsep gender yang mengarah pada konsep dan
ideologi jenis kelamin tertentu. Masalah ini diperburuk lagi oleh kekurangan
data dan informasi peran gender dalam sub-sektor peternakan yang berasal dari
hasil penelitian sektoral. Sebagian informasi sulit diperoleh karena masalah
aksesibilitas yang berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan. Metode
dan teknik pengumpulan data dan informasi tentang gender tertentu yang sangat
beragam turut pula menyumbang berkembangnya topik kekurangan data ini.
Bertitik tolak dari kelemahan
pemahaman atas konsep gender dan kerancuan antara konsep peran gender dan peran
wanita, makalah ini berupaya melakukan pemahaman dan pandangan kritis atas
beberapa pendapat, tulisan dan hasil penelitian dalam sub-sektor peternakan
yang berkaitan dengan keterlibatan gender wanita serta keterkaitannya dengan
keseimbangan gender dalam bidang peternakan..
B. Maksud
dan Tujuan
Maksud penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
bagaimana peranan gender dalam bidang peternakakn khususnya peranana perempuan
dalam pembangunan peternakan berperspektif gender
Adapun tujuan penulisan makalah
ini untuk mengidentifikasi untuk mengidentifikasi perbedaan gender dengan seks,
peran gender dan lahirnya ketidakadilan gender serta peranan perempuan dalam
pembangunan peternakan berperspektif gender.
BAB. II
PEMBAHASAN
A.
Perbedaan Gender dengan Seks
Gender berasal dari kata “gender” (bahasa Inggris) yang diartikan sebagai
jenis kelamin. Namun jenis kelamin di sini bukan seks secara biologis,
melainkan sosial budaya dan psikologis. Pada prinsipnya konsep gender
memfokuskan perbedaan peranan antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh
masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang
bersangkutan. Peran gender adalah peran sosial yang tidak ditentukan oleh
perbedaan kelamin seperti halnya peran kodrati. Oleh karena itu, pembagian
peranan antara pria dengan wanita dapat berbeda di antara satu masyarakat
dengan masyarakat yang lainnya sesuai dengan lingkungan. Peran gender juga
dapat berubah dari masa ke masa, karena pengaruh kemajuan : pendidikan, teknologi,
ekonomi, dan lain-lain. Hal itu berarti, peran gender dapat ditukarkan antara
pria dengan wanita (Anonim, 2012).
Menurut Brett(1991) mengatakan
bahwa gender adalah sekumpulan nilai atau ketentuan yang membedakan identitas
sosiallaki- laki dan perempuan, serta apa yang harus dilakukan oleh perempuan
dan apa yang harus dilaukan oleh laki- laki dalam hal ekonomi, politik, sosial
dan budaya baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa. Gender adalah
suatu ciri yang melekat pada kaum lelaki maupun perempuan yang dikonstruksikan
secara sosial maupun kultural (Faqih, 1996).
Nilai- nilai atau
ketentuan gender di atas bisa berbeda-beda pada kelas atau kelompok sosial yang
berbeda, misalnya ketentuan gender pada kelompok etnis tertentu akan berbeda
dengan kelompok etnis yang lainnya, ketentuan gender pada kelompok kaya bisa
berbeda dengan ketentuan gender pada kelompok miskin dan lainnya. Selain
berbeda menurut kelompok kelas dan etnis, ketentuan gender juga bisa
berubahubah dari waktu ke waktu, tergantung pada perubahan sosial yang terjadi
dalam masyarakat, dengan demikian gender bersifat relatif. Berbeda dengan
pengertian jenis kelamin (sex), yang adalah merupakan kategori biologis
perempuan atau laki-laki, dan ini menyangkut sejumlah kromosom, pola genetik
dan struktur genital yang unik masingmasing jenis. Jenis kelamin merupakan
sesuatu yang dibawa sejak lahir, sering dikatakan sebagai ketentuan dari Tuhan
atau kodrat, sehingga hal ini tidak bisa dirubah ataudipertukarkan satu dengan
yang lainnya (Ihromi, 1997)
B. PeranGender dan
Lahirnya Ketidakadilan Gender
Peran gender, yaitu pola-pola
sikap dan tingkah laku yang diharapkan oleh masyarakat berdasarakan jenis
kelamin yang dibuat oleh masyarakat. Peran ini diturunkan dari satu generasi ke
generasi selanjutnya melalui agen-agen sosial, seperti keluarga, kelompok
bermain, sekolah dan media massa (Sirajuddin, 2012)
Peran gender adalah peran yang
diciptakan masyarakat bagi laki-laki dan perempuan. Peran gender terbentuk melalui berbagai
sistem nilai termasuk nilai-nilai adat, pendidikan, agama, politik, ekonomi,
dan lain sebagainya. Sebagai hasil bentukan sosial, tentunya peran gender dapat
berubah-ubah dalam waktu, kondisi dan tempat yang berbeda sehingga sangat
mungkin dipertukarkan diantara laki-laki dan perempuan(Sirajuddin, 2012)
Contoh peran gender berbeda antara satu masyarakat
dengan masyarakat yang lain sebagai berikut (Anonim, 2012):
1.
Masyarakat Bali menganut sistem
kekerabatan patrilineal, berarti hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) lebih
penting atau diutamakan dari pada hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu).
2.
Masyarakat Sumatera Barat
menganut sistem kekerabatan matrilineal, berarti hubungan keluarga dengan garis
wanita (ibu) lebih penting dari pada hubungan keluarga dengan garis pria
(ayah).
3.
Masyarakat Jawa menganut sistem
kekerabatan parental/ bilateral, berarti hubungan keluarga dengan garis pria
(ayah) sama pentingnya dengan hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu).
Jadi, status dan peran pria dan wanita berbeda
antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, yang disebabkan oleh
perbedaan norma sosial dan nilai sosial budaya. Contoh peran gender berubah
dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan jaman sebagai berikut. Pada masa
lalu, menyetir mobil hanya dianggap pantas dilakukan oleh pria, tetapi sekarang
wanita menyetir mobil sudah dianggap hal yang biasa. Contoh lain, pada masa
silam, jika wanita ke luar rumah sendiri (tanpa ada yang menemani) apalagi pada
waktu malam hari, dianggap tidak pantas, tetapi sekarang sudah dianggap hal
yang biasa.Contoh peran gender yang dapat
ditukarkan antara pria dengan wanita sebagai berikut. Mengasuh anak, mencuci
pakaian dan lain-lain, yang biasanya dilakukan oleh wanita (ibu) dapat
digantikan oleh pria (ayah). Contoh lain, mencangkul, menyembelih ayam dan
lain-lain yang biasa dilakukan oleh pria (ayah) dapat digantikan oleh wanita
(ibu).
Pembedaan secara gender
sebenarnya tidak menjadi masalah selama tidakmenimbulkan persoalan-persoalan.
Namun yang menjadi masalah ternyata pembedaan gender telah melahirkan berbagai
ketidakadilan, baik bagi kaum laki- laki dan (terutama) bagi kaum perempuan.
Bentuk ketidakadilan dan penindasan tersebut antara lain berupa subordinasi,
diskriminasi, marjinalisasi, kekerasan, pelebelan negatif serta beban kerja
yang berat sebelah (Faqih, 1996). Manifestasi dari ketidakadilan gender
tersebut membawa akibat terhadap timbulnya berbagai masalah dalam kehidupan,
seperti: kemiskinan, status kesehatan & gizi, angka kematian ibu dan anak
yang tinggi (Jacobson, 1997).
Persoalan gender adalah
persoalan hubungan laki- laki dan perempuan, suatu hubungan dimana dalam banyak
kasus perempuan secara sistematis disubordinasikan. Gender menjadi persoalan
ketika nilai- nilai yang terkandung dalam ketentuan gender tersebut menghambat
seseorang untuk mempunyai akses dan kontrol terhadap sumber daya dan hasil-
hasilnya. Dominasi ekonomi laki- laki yang merupakan terjemahan dari ‘kekuasaan
laki-laki’, telah menggiring perempuan ke dalam kedudukannya sebagai orang
kedua yang kurang begitu penting dibandingkan dengan laki- laki. Dalam sebagian
besar masyarakat anggapan laki-laki sebagai pencari nafkah utama atau laki-laki
sebagai pekerja produktif sangat dominan meskipun kenyataannya tidak demikian. Laki-
laki senantiasa beranggapan bahwa dalam keluarga mereka memegang peran sebagai
penghasil pendapatan utama dan penentu segala keputusan. Hal ini tetap
berlangsung meskipun dalam keadaan dimana pengangguran laki- laki tinggi dan
kerja produktif perempuan sesungguhnya memberikan penghasilan utama.
Subordinasi terhadapperempuan sering menempatkan perempuan pada situasi yang
tidak menguntungkan, seperti perempuan tidak mempunyai posisi untuk mengambil
keputusan (Sayogyo, 1964).
Pembagian tugas secara seksual
juga merupakan salah satu implikasi ketentuan gender dalam masyarakat. Ada
pekerjaan-pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan dan ada
pekerjaan-pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan laki- laki. Perempuan
sering dikaitkan dengan pekerjaan-pekerjaan di dalam rumah tangga (domestik),
sedangkan laki- laki lebih banyak dikaitkan dengan pekerjaan-pekerjaan di luar
rumah (publik). Berdasarkan pembagian ruang yang berbeda dimana dunia laki-
laki bersifat publik sedangkan dunia perempuan bersifat pribadi, maka dalam
menjalankan aktifitas kemasyarakatanpun berbeda. Laki-laki memiliki peran
memimpin dan menentukan kebijakan-kebijakan sedangkan peran perempuan dalam
komunitas lebih banyak merupakan perluasan dari kehidupan domestik mereka.
Perempuan menjadi tergantung dan ruang geraknya terbatas (Sayogyo, 1964).
Ketentuan gender juga berkaitan
dengan peran rangkap tiga perempuan (triple role). Dalam kebanyakan
rumah tangga berpenghasilan rendah, pekerjaan perempuantidak hanya terdiri dari
kegiatan yang bersifat reproduksi, tetapi juga kegiatan produktifyang sering
menjadi sumber penghasilan. Kerja perempuan di daerah pedesaan biasanyadalam
bentuk kerja pertanian, sementara di kota-kota sering bekerja dalam sektor
informal (buruh). Selain itu perempuan juga terlibat dalam pengelolaan kegiatan
komunitas atau kegiatan yang berlangsung di daerah pemukiman setempat. Di
samping itu juga dalam proses perencanaan pembangunan, peran rangkap tiga
perempuan kurang diperhatikan (Anonim, 2012).
C.
Peranan Perempuan dalam Pembangunan Peternakan Berperspektif
Gender
Mengupayakan peranan perempuan
dalam pembangunan yang berwawasan atau berperspektif gender, dimaksudkan untuk
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis
antara pria dengan wanita di dalam pembangunan. Karena, dalam proses
pembangunan kenyataannya wanita sebagai sumber daya insani masih mendapat
perbedaan perlakuan (diskriminasi). Terutama, jika wanita bergerak di sektor
publik dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada pula ketimpangan gender yang
dialami oleh pria. Untuk mewujudkan kemitrasejajaran yang harmonis antara pria
dengan wanita tersebut, perlu didukung oleh perilaku saling menghargai atau
saling menghormati, saling membutuhkan, saling membantu, saling peduli dan
saling pengertian antara pria dengan wanita. Dengan demikian, tidak ada
pihak-pihak (priaatau wanita) yang merasa
dirugikan dan pembangunan akan menjadi lebih sukses (Anonim, 2012).
Kegiatan fisik dalam usahatani-ternak
yang merupakan tanggung jawab gender pria dan wanita menunjukkan perbedaan
tertentu dalam jenis, sumbangan waktu, tingkat imbalan dan insentif, umur
partisipasi, dan tanggung jawab. Pada umumnya kegiatan fisik dalam produksi
pertanian dan peternakan dibagi menurut garis gender, walaupun dalam berbagai
kondisi terdapat keragaman yang berkaitan dengan norma-norma lokal. Koentjaraningrat
(1967) mengemukakan bahwa di kalangan masyarakat Jawa, seorang suami adalah
kepala keluarga, namun ini tidak berarti bahwa istri memiliki status lebih
rendah karena ia bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup keluarga. Akan
tetapi seorang anak laki-laki umumnya memiliki peran yang lebih kuat dan jelas
sebagaimana ditunjukkan dalam pengalihan tanggung jawab dari ayah kepada anak
laki-laki seperti yang dilaporkan Sievers (1974) yang mengamati etnis Sunda
yang merupakan masyarakat patrilineal dengan hierarki kuat. Akan tetapi kedua
penulis ini tidak merinci peran gender pada kedua kelompok etnis tersebut.
Dalam kaitannya dengan pembagian tenaga
kerja (division of labor), pada
umumnya titik berat pembicaraan adalah pembagian berdasar peran gender yang
berkaitan dengan kondisi sosial budaya setempat. Dengan demikian gender pria
hendaknya juga merupakan bagian dari setiap pembahasan, penelitian, atau
program pengembangan gender. Pendapat ini dikembangkan dari pendapat Weekes-Vagliani
dan Grossat (1980) yang membahas peran wanita dalam proses pembangunan. Secara
netral pengikutsertaan gender tertentu dalam suatu kegiatan sebenarnya lebih
disesuaikan dengan kebutuhan (necessity)
kegiatan tersebut dan bukan semata-mata dengan pertimbangan kesetaraan (equity). Pendapat ini dikembangkan oleh Roddick
(1998) yang menyatakan bahwa yang terpenting adalah perasaan keadilan
(fairness), dan bukan persamaan (equality).
Pendapat Roddick (1998) ini menunjukkan interaksi paradigma Weekes-Vagliani dan
Grossat (1980) dengan kondisi aktual kehidupan seseorang dalam posisi dan karir
dalam hidupnya.
Suradisastra (1983) yang mengamati peran
wanita dalam produksi peternakan sampai Saenong dan Ginting (1996) yang
meneliti keterlibatan wanita dalam sub-sektor tanaman pangan, serta Gondowarsito
(1996) yang membahas peran wanita dalam wawasan yang lebih luas. Sayogyo (1983)
terlebih dahulu membahas secara rinci dampak penerapan teknologi tertentu terhadap
keterlibatan kaum wanita di sektor pertanian, terutama pada lahan pertanian
padi sawah. Namun pada umumnya penelitian di atas berpusat pada sumbangan fisik
gender wanita dan segala aspeknya dalam kegiatan pertanian dalam arti luas dan
kurang menaruh perhatian pada persepsi gender terhadap kegiatan sub-sektor yang
digeluti. Lebih jauh lagi, penelitian peran wanita dalam sub-sektor peternakan
hampir tidak pernah dibandingkan dengan peran atau keterlibatan fisik gender
pria dalam kegiatan yang diamati. Hal ini erat kaitannya dengan persepsi
sosio-kultural masyarakat yang beranggapan bahwa secara konvensional seorang
suami dianggap sebagai pelaksana kegiatan pertanian dalam usahatani keluarga,
termasuk usahatani-ternak, walaupun istrinya berbagi tugas dan tanggung jawab
dalam kegiatan usahatani mereka (Suradisastra, 1983)
BAB III.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari uraian-uraian yangtelah dipaparkan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa:
·
Perbedaan
posisi dan peran gender wanita dalam kegiatan sub-sektor peternakan merupakan
hasil konstruksi sosial yang merupakan bagian dari proses evolusi sosial
masyarakat.
·
Terdapat
kecenderungan eksklusifitas gender untuk membahas gender yang sama. Salah satu
alasannya adalah kekhawatiran akan timbulnya bias gender dan sikap chauvinist
gender pria.
·
Terdapat
kerancuan pemahaman gender dengan peran wanita dan sikap feminis serta metode
pendekatannya sehingga upaya penyadaran gender patut dipikirkan.
B. Saran
Secara garis besar tentang peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan
gender. Hal ini sangat penting dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat, agar
mereka tidak melihat pria dan wanita dari kaca mata biologis (peran kodrati)
saja. Masyarakat juga harus melihat pria dan wanita sebagai warga negara dan
sumber daya insani yang sama-sama mempunyai hak, kewajiban, kedudukan dan
kesempatan dalam proses pembangunan, baik dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Mengupayakan peranan wanita dalam pembangunan yang
berwawasan gender, dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
di dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan khususnya di bidang
peternakan . Hal ini perlu didukung oleh perilaku saling menghargai atau menghormati,
saling membantu, saling pengertian, saling peduli dan saling membutuhkan antara
pria dengan wanita..
Anonim. 2011.http://kumpulan-makalah-dan-artikel.blogspot.com/2012/09/Makalah-Tentang-Peranan-Wanita-Dalam-Pembangunan-Berwawasan-Gender.html. Diakses Rabu, 15 April 2013.
Brett, A. 1991, Why Gender is A Development?, dalam Buku Changing
Perceptions:Writing on Gender and Development, Tina Wallace (ed.), London.
Faqih, M. 1996. Menggeser Konsepsi
Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Gondowarsito,
R. 1996. The role of women in upland
agriculture : gender issues raised by case studies in Indonesia, Sri Lanka and
the Philippines. In : Women in Upland Agriculture in Asia. Proc. of a Workshop.
The CGPRT Centre. Bogor.
Ihromi, T, 1997. Wanita dan
Perubahan Kebudayaan, Isu- isu Wanita dalam
Pengkajian Antropologi Budaya (Makalah dalam Widyakarya nasional Antropologi
dan Pembangunan), Jakarta.
Jacobson, J. 1997. Kesehatan Wanita:
Harga dari Sebuah Kemiskinan, dalam Buku
Kesehatan Wanita Sebuah
Perspektif Global oleh Merge Koblinsky, dkk. (eds.),
(terjemahan) Gamapress, Yogyakarta.
Koentjaraningrat.
1967. Villages in Indonesia. New
York. Cornell University Press.
Saenong, S. and E.
Ginting. 1996.. The CGPRT Centre, Bogor.
Sayogyo,
P. 1983. The Impact of New Farming Technology on Women Employment.
International Rice Research Institute. The
role of women in upland agriculture development in indonesia with a focus on
CGPRT crops based farming systems. In : Women in Upland Agriculture in Asia.
Proc. of a Workshop Growing Publishing Company Ltd., England.
Sievers, A.M. 1974. The Mystical World of Indonesia. London.
The John Hopkins University Press.
Suradisastra,
K. 1983. Social Aspects of Small Ruminant
Production: A Comparative Study of West Java, Indonesia. Thesis. University
of Missouri-Columbia.
Weekes-Vagliani, W. and B. Grossat. 1980. Women in Development : at the Right Time for the Right Reasons.
Development Centre of the Organisation for Economic Cooperation and
Development. Paris
Komentar